Wednesday, September 19, 2012

The Power Of Sholat


Amigdala adalah salah satu komponen sistem limbik (sistem di otak tengah) yang yang paling menonjol, merupakan pusat utama pengumpulan data sensoris dan pengatur informasi emosi. Bisa dikatakan, otak memiliki sistem elektrikal sedemikian hingga tubuh bereaksi Menggunakan amigdala sebagai pusat emosi lebih cepat daripada tubuh menyadari apa yang dilakukan. Komponen yang bertugas dalam rasionalisasi sebuah emosi adalah salah satu komponen dari sistem limbik yang dinamakan kortek prefrontal (prefrontal cortex = PFC). Kortek prefrontal ini berfungsi sebagai pemproses rasionalitas dan pengambilan keputusan. Ketika amigdala mengontrol emosi, korteks prefrontal mengendalikannya dalam proporsi seimbang. Saat emosi, kadar norepinefrin tinggi dalam prefrontal cortex, yang menyebabkan fungsi-fungsi wilayah otak ini tidak berjalan penuh. Kortek prefrontal yang berlokasi di otak bagian depan juga bertugas memproses suatu rangsangan untuk diolah, ditelaah berdasarkan informasi dan pengalaman yang pernah terekam dalam memori. Kemampuan untuk menghambat tingkah laku yang tidak sesuai, pengaturan fokus, memonitor aksi, perencanaan dan mengorganisasikan aksi masa depan juga bagian dari tugas korteks prefrontal.

Dalam hal ini dapat dianalogikan dengan sabda Nabi Muhammad Saw.

Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika daging itu baik maka baik pula semuanya, jika daging itu buruk maka buruk pula seluruhnya. Tahukah kamu apakah daging itu? Maka sesungguhnya daging itu adalah khalbu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebenarnya para ahli masih memperdebatkan khalbu yang dimaksud di sini, sebagian para ahli berpendapat bahwa khalbu itu adalah jantung. Namun jika dilihat dari fungsi jantung, rasanya fungsi yang disebutkan dalam hadist ini belum terpenuhi semua dengan fungsi jantung yang sudah diketahui. Oleh karena itu, apapun sebenarnya bagian tubuh yang dimaksud dalam hadist ini, bagian ini bisa mengacu kepada komponen sistem limbik yang menonjol yaitu amigdala. Hal ini dapat disimpulkan karena fungsi amigdala yang begitu besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Jika amigdala bekerja dengan baik maka baik pula sistem yang lain karena pengaruhnya sehingga menghasilkan kepribadian yang baik pula pada seseorang.

Dapat kita perhatikan bahwa amigdala maupun hipotalamus (yang juga menerima sinyal dari amigdala) memiliki fungsi ganda yang saling berlawanan, artinya perubahan yang akan dihasilkan dari perangsangan ini dapat mimicu komponen pembentuk stres namun juga dapat memicu komponen pembentuk ketentraman jiwa. Komponen perilaku ini pada amigdala maupun pada hipotalamus berada pada nukleus-nukleus berbeda sehingga pemunculannya berdasarkan bagian mana yang mengalami perangsangan. Komponen perilaku yang berbeda ini tidak akan dapat muncul pada saat bersamaan. Tidak akan pernah suatu perasaan stres akan muncul secara bersamaan dengan perasaan senang. Jika emosi timbul, hal ini akan terjadi umpan balik dimana rangsangan ini akan terjadi peningkatan keresahan sehingga situasi panik pada akhirnya akan timbul. Hal ini terjadi karena rangsangan ini terjadi pengembalian melalui hipotalamus ke sistem limbik kemudian ke korteks prefrontal. Di korteks prefrontal akan terjadi peningkatan kadar katekolamin. Sehingga membuat orang yang sedang emosi tidak terkendali secara keseluruhan termasuk tidak terkontrol dalam perbuatan, termasuk melakukan perbuatan yang mungkar. Sehingga tidak mungkin perasaan senang akan muncul pada saat yang bersamaan kecuali jika ada perangsangan untuk rasa senang atau rasa tentram dari luar. Hal ini sesungguhnya sudah dijelaskan oleh Allah Swt. di dalam Al Quran

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (Q.S. Al Baqarah 42).

Karena perangsangan terhadap komponen prilaku ini bergantung pada bagian mana yang dirangsang, maka dengan melakukan sujud pada saat shalat akan meningkatkan perangsangan untuk komponen perilaku tentram, damai dan bahagia sebalikknya akan menekan perangsangan komponen perilaku untuk perasaan emosi, cemas, marah, gelisah serta rasa seksualitas. Pada akhirnya hal ini dapat menekan perilaku lanjutan dari perilaku cemas, emosi, dan marah yaitu perbuatan keji dan mungkar seperti yang firman Allah Swt. dalam Al Quran:

Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) Dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Ankabuut: 45).

Sekarang akan dibahas mekanisme kerja amigdala mempengaruhi sistem limbik yang lain dengan bagusnya aliran darah yang diperolehnya melalui sujud sehingga terbentuk kepribadian yang mulia pada diri seseorang. Emosi diproses di amigdala baik secara langsung atau melalui komponen sistem limbik yang lain yang sinyalnya diberikan oleh amigdala. Untuk komponen emosi yang kerjanya dijalarkan ke hipotalamus, maka yang menentukan komponen emosi apa yang akan timbul – baik itu rasa senang atau kecewa, marah atau bahagia serta komponen emosi yang lain – ditentukan oleh amigdala. Hipotalamus hanya sebagai tempat pembentukan, namun konsep atau pola emosi yang akan dibentuk sudah ditentukan oleh amigdala walaupun hipotalamus sendiri dapat menghasilkan komponen perilaku dengan menggunakan rangsangan listrik pada penelitian terdahulu. Komponen perilaku yang dibentuk ditentukan oleh bagian mana dari hipotalamus yang dirangsang oleh amigdala. Jika bagian hipotalamus yang dirangsang adalah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya rasa marah (nukleus perifornikal), maka akan muncul rasa marah, sebaliknya jika bagian ini ditekan oleh amigdala maka rasa marah akan tertekan, maka yang muncul adalah perasaan tenang. Selain rasa marah, amigdala juga akan mempengaruhi pemunculan komponen-komponen emosional lainnya

Ternyata perasaan ‘stress’ dalam diri kita itu merupakan kolaborasi sistem saraf dan berbagai rangkaian reaksi yang disebut Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) axis. Hormon-hormon stress itu berputar dalam suatu siklus bolak-balik antara ketiga kelenjar tersebut.
Hipotalamus melepaskan CRH (Corticotropin Releasing Hormone) yang merangsang  kelenjar Pituitary untuk melepaskan hormon ACTH (Adrenocorticotropic Hormone). ACTH ini masuk ke sirkulasi darah menuju lokasi target yaitu kelenjar Adrenal, sehingga kelenjar adrenal melepaskan hormon kortisol dan hormon adrenalin. Adrenalin meningkatkan tekanan darah dan kecepatan denyut jantung sedangkan kortisol  berperan dalam pengubahan glikogen menjadi glukosa sebagai bahan bakar bagi otot dan pikiran. Dan akhir perjalanan ini ditutup dengan kembalinya kortisol menuju hipotalamus untuk menghentikan produksi ACTH. Maka stress kita pun berakhir. (Dicuplik dari buku Staying Young, M.C Oz, M.D and Michael F. Roizen, M.D . 2009)


Secara normal, tubuh kita selalu memperoleh rangsangan dari lingkungan, sebagai tanggapan umum untuk rangsangan ini, kelompok  saraf otonom yaitu saraf simpatis melalui jalur HPA (dari kelenjar hipotalamus-k. pituitari-k. adreal) menghasilkan norepinefrin, maka jika kadar norepinefrin ini terlalu rendah maka akan menyebabkan depresi sedangkan jika kadarnya terlalu banyak maka akan menghasilkan stres yang berat. 

Bagian lain yang disebut daerah substansia Nigra pada formation reticularis menghasilkan dopamin jika dirangsang oleh perasaan senang atau tenang. Selain itu perangsangan oleh perasaan senang atau tenang akan mengikuti suatu rute yang dinamakan pleasure reward mesolimbic yang terutama diperantarai oleh amigdala, hipakampus dan nucleus accumbens. 



Rute ini dipicu oleh pengeluaran serotonin oleh hipotalamus saat perasaan senang atau tenang muncul, selanjutnya serotonin ini memicu segmental ventral menghasilkan dopamin, dopamin ini selanjutnya di kirim ke amigdala, hipakampus dan nucleus accumbens yang akan bertanggung jawab terhadap rute pleasure reward mesolimbic.
Oleh karena itu, perangsangan amigdala mengatur sistem limbik yang lain sesuai dengan sinyal yang diterima olehnya. Karena sinyal yang diterima berupa norepinefrion atau dopamin atau yang lainnya adalah sutau neurotransmiter sehingga memerlukan aliran darah untuk transportasinya. Maka secara langsung aliran darah sangat mempengaruhi perangsangan yang sampai ke amigdala. Salah satu yang paling penting adalah, dopamin sangat sukar menembus sawar darah otak sehingga sistem limbik yang diperantarai oleh neurotransmiter ini yaitu ketentraman jiwa relatif sukar dicapai. Kerena rangsangan dari lingkungan terus menerus datang maka saraf otonom bekerja maka saraf otonom bekerja yaitu saraf simpatis melalui jalur HPA (dari kelenjar hipotalamus-k. pituitari-k. adreal) menghasilkan norefinefrin. Kadar norefrinefrin yang dihasilkan oleh kelenjar adreanal ini adalah faktor penyebab ketegangan. Ketegangan ini membuat orang sering berkeluh kesah, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al Quran:

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (Q.S. Al Ma`aarij: 19).

Berkaitan dengan hal di atas pada tahun 2001 Itzhak Fried dari UCLA School of Medicine dan koleganya dari berbagai universitas memperlihatkan bahwa ada peningkatan dopamin ekstraseluler pada amigdala yang diukur secara langsung dengan mikrodialisi intraserebral pada saat stimulus reward (yang disamakan dengan perasaan senang dan tentram) dan ketika sedang mengerjakan tugas kognitif. Selanjutnya penelitian pada rodensia memperlihatkan juga bahwa pada korteks prefrontal terjadi peningkatan jumlah dopamin pada saat proses kognitif sedang berlangsung. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa rasa ikhlas dan khusyu sangat penting saat sujud dalam shalat untuk memperoleh ketenangan jiwa dan ketentraman batin. Karena dengan ikhlas dan khusyu` akan memicu perangsangan jalur produksi dopamin yang akan didistribusikan ke amigdala untuk merangsang komponen perilaku tenang, ketentraman jiwa dan ketenangan emosi.

Pentingnya rasa ikhlas dan khusyu` saat sujud dalam memperoleh ketenangan jiwa dan kebahagiaan bathin. Kita harus berusaha untuk mendatangkan perasaan nyaman dan tenang dalam shalat . Rasa ikhlas dan khusyu` mutlak di harus ada dalam shalat jika ingin memperoleh ketentraman jiwa dan ketenangan emosi sesuai dengan firman Allah Swt. Q.S.

Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu[*] di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)”. (Q.S. Al Araaf 29).

Jika rasa ikhlas dan khusyu` tidak muncul maka yang terjadi adalah suatu perasaan hampa, tidak ada perubahan emosi dan perilaku yang akan kita peroleh setelah melakukan shalat. Bahkan bisa menyebabkan semakin bertambahnya emosi atau kecemaasan yang dihadapi. Hal ini sesuai seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya bahwa terjadi umpan balik yang menyebabkan perangsangan sistem limbik untuk komponen stres melalui hipotalamus yang akhirnya dilanjutkan ke korteks prefrontal dengan menghasilkan katekolamin berlebihan. Hal ini sebenarnya juga sudah dijelaskan oleh Allah Swt. di dalam Al Quran:

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, . (Q.S. al-Maa’uun: 4-5).
Lalai dalam ayat ini mencakup aspek keikhlasan dan aspek khusyu`. Jadi kalau kedua aspek tersebut tidak hadir dalam shalat kita maka yang kita peroleh adalah kecelakaan. Hal ini bermakna apa yang akan kita peroleh adalah keadaan yang lebih buruk daripada sebelum melaksanakan shalat. Suatu keadaan yang sangat tidak diinginkan oleh setiap individu yang beriman.
Selain aspek yang sudah diungkapkan tentang mekanisme yang terjadi dengan perbaikan aliran darah amigdala terhadap sistem limbik sistem manusia, pengaruh lain dari perbaikan aliran darah pada amigdala saat sujud dalam shalat adalah ternyata hal ini mempu mengurangi aktivitas neuronal pada sistem limbik yang berhubungan dengan perangsangan emosi dan keresahan. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan O2 pada aliran darah serebral regional (rCBF) dapat meningkatkan aktivitas neuronal sistem limbik. Oleh karena itu dengan perbaikan aliran darah sistem limbik maka akan mengurangi akumulasi CO2 di daerah sistem limbik yang dihasilkan melalui proses metabolisme sel-sel otak melalui reaksi yang diberikan seperti dibawah ini. C6H12O6 (karbohidrat atau yang lain) + 6 O2 6 H2O + 6 CO2.
Sehingga dengan penurunan perangsanngan neuronal terhadap sistem limbik yang berhubungan dengan emosi dan keresahan, akan mempercepat tercapainya ketenangan jiwa. Tetapi harus difahami, bahwa mekanisme ini tidak berjalan sendiri-sendiri artinya bukan dengan berkurangnya CO2 karena perbaikan sirkulasi mampu melaksanakan fungsi seperti yang dikatakan, tetapi saya percaya bahwa mekanisme ini menyangkut dengan perbaikan metabolisme yang terjadi dengan neurotransmiter dan komponen sistem limbik itu sendiri. Oleh karena marilah kita menyadari bahwa perintah shalat dalam Agama Islam benar-benar perintah Allah Swt. sebagai meditasi tingkat tinggi dengan menggunakan metode yang sangat ilmiah dan rinci yang mengikuti kaitan anatomi maupun fisiologi tubuh manusia. Dan tidak ada seorangpun yang dapat menciptakan suatu metode yang menyerupai metode shalat yang rinci dan sangat detail yang dapat digunakan untuk meditasi. Oleh karena itu marilah membuka pintu hati kita bahwa yang merancang dan menciptakan metode shalat itu adalah Zat yang sudah menyuruh mengerjakannya kepada manusia yaitu Allah Swt. Yang Maha Mengetahui.

Related Posts Plugin for 
WordPress, Blogger...