Sunday, October 6, 2013

Kisah Ulama yang Berpura-pura Jadi Pengemis



Oleh Afriza Hanifa

Pakaiannya compang-camping, lusuh, kusam. Ia berjalan dengan bantuan tongkat dan berpura-pura pincang. Rambut dan jenggotnya dibuat semrawut. Dengan tampang meyakinkan, tak akan ada seorang pun yang tahu bahwa ia adalah pengemis palsu. Benar, tak ada satu pun warga yang menguak identitas aslinya. Ia merupakan seorang ulama dari Andalusia (saat ini Spanyol dan negara sekitar), Imam Baqi bin Mikhlad.

Saat itu ia ingin sekali belajar pada salah satu imam empat, Imam Ahmad. Ia pun berangkat dari Eropa, menyeberangi Laut Tengah menuju Afrika, kemudian melanjutkan perjalanan panjang ke Baghdad, Irak, tempat tinggal Imam Ahmad. Tanpa kendaraan, Baqi yang saat itu masih berstatus penuntut ilmu menempuh perjalanan panjang dengan berjalan kaki. Hanya satu tujuannya, berguru pada sang imam.

Namun, Baqi mendengar kabar mengejutkan begitu tiba di Baghdad. Khalifah yang berkuasa saat itu jauh dari jalan Islam yang hanif. Imam Ahmad yang vokal pada kebenaran pun bereaksi menasihati khalifah. Namun, sang imam yang sangat mengagungkan Alquran dan sunah justru difitnah hingga dikucilkan. Ia juga dilarang mengajar ataupun mengumpulkan para penuntut ilmu. Imam Ahmad dianggap menentang paham yang dianut kekhalifahan. Sedihlah hati Baqi mendengar kondisi Imam Ahmad, guru yang diharapkannya memberikan ilmu barang satu ayat.

****

Kendati demikian, Baqi tetap mencari rumah Imam Ahmad. Tekadnya untuk berguru telah bulat. Ia pun melangkahkan kaki ke rumah sang imam. Saat mengetuk pintu, ternyata Imam Ahmadlah yang membukakannya. “Wahai Abu Abdullah, saya seorang yang datang dari jauh, pencari hadis dan penulis sunah. Saya datang ke sini pun untuk melakukan itu,” ujar Baqi antusias.

“Anda dari mana?” tanya Imam Ahmad.
“Dari Maghrib al-Aqsa,” jawab Baaqi.
Imam Ahmad pun menebak, “Dari Afrika?”

“Lebih jauh dari Afrika. Untuk menuju Afrika saya melewati laut dari negeri saya,” jawab Baqi.

Imam pun kaget mendengarnya, “Negeri asalmu begitu jauh. Aku sangat senang jika dapat memenuhi keinginanmu dan mengajar apa yang kamu inginkan. Akan tetapi, saat ini saya tengah difitnah dan dilarang mengajar,” jawab Imam Ahmad.

****

Tak putus asa mendengarnya, Keinginan Baqi untuk berguru pada Imam Ahmad tak mampu dibendung. Ia pun menawarkan berpura-pura menjadi pengemis. “Saya tahu Anda tengah difitnah dan dilarang mengajar wahai Abu Abdillah, akan tetapi tak ada yang mengenal saya di sini, saya sangat asing di tempat ini. Jika Anda mengizinkan, saya akan mendatangi rumah Anda setiap hari dengan mengenakan pekaian pengemis. Saya akan berpura-pura meminta sedekah dan bantuan Anda setiap hari. Maka wahai Abu Abdillah, masukkanlah saya ke rumah dan berilah saya pengajaran meski hanya satu hadis,” pinta Baqi berbinar.

Melihat tekadnya yang begitu bulat dan amat giat menuntut ilmu, Imam Ahmad pun menyanggupi. Namun, ia meminta syarat agar Baqi tak mendatangi tempat kajian hadis ulama selain Imam Ahmad. Hal tersebut dimaksudkan agar Baqi tak dikenal sebagai penuntut ilmu. Statusnya sebagai penuntut ilmu sementara dirahasiakan.

Mendengar kesanggupan sang Imam, Baqi pun begitu bahagia. Ia segera menyanggupi persyaratan itu. Hati Baqi saat itu benar-benar dipenuhi bunga-bunga mekar nan indah. Keesokan hari, Baqi pun mulai ‘beraksi’. Ia mengambil sebuah tongkat, membalut kepala dengan kain, dan pernak-pernik pengemis lain. Sementara itu, sebuah buku dan alat tulis berada di balik baju samarannya itu.

Ketika berada di depan pintu Imam Ahmad, Baqi dengan nada melas akan berkata, “Bersedekahlah kepada orang miskin agar mendapat balasan pahala dari Allah,” ujarnya. Jika mendengarnya, Imam Ahmad segera membukakan pintu dan memasukkan Baqi ke dalam rumahnya. Di dalam rumah, dimulailah proses pengajaran ilmu yang amat diberkahi Allah itu. Demikian aktivitas itu dilakukan setiap hari oleh Baqi dan sang guru. Dari proses belajar diam-diam itu, Baqi mampu mengumpulkan 300 hadis dari Imam Ahmad.

****

Hingga kemudian jabatan kekhalifahan berganti. Seorang Suni yang fakih beragama, al-Mutawakkil, naik menjabat sebagai khalifah. Sejak itu, sunah pun dibumikan kembali, bid’ah peninggalan khalifah sebelumnya segera dihapuskan. Imam Ahmad pun kembali menjadi ulama Muslimin. Kajiannya dibuka, para penuntut ilmu berbondong-bondong datang.

Sejak itu, kedudukan Imam Ahmad makin tinggi dan terkenal. Jumlah muridnya sangat banyak. Jika ia membuka majelis kemudian melihat Baqi, maka Imam Ahmad segera memanggil Baqi dengan gembira. Imam Ahmad akan meminta Baqi untuk duduk di samping beliau. “Inilah orang yang benar-benar menyandang gelar penuntut ilmu,” ujar Imam Ahmad kepada para muridnya. Sang Imam pun mengisahkan pengalaman Baqi yang menyamar menjadi pengemis demi mendengar satu hadis. Baqi pun kemudian menjadi murid dekat Imam Ahmad. Ia di kemudian hari menjadi ulama terkenal dari kawasan Andalusia.

Kisah tersebut nyata terjadi dan ditulis dalam biografi Imam Baqi bin Miklad al-Andalusi. Dari kisah tersebut, tampak jelas kegigihan beliau dalam menuntut ilmu. Kegigihan inilah yang patut dicontoh Muslimin, terutama para pemuda. Apalagi menuntut ilmu dalam Islam itu hukumnya wajib. Rasulullah juga pernah bersabda, “Barang siapa berjalan dalam rangka menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim).
Sumber

- See more at: http://basamami.com/kisah-ulama-yang-berpura-pura-jadi-pengemis/#sthash.0FxxFqua.dpuf

Menyegarkan Kembali Semangat Tafaqquh Fiddin


“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah, 9: 122)

Ibnu Katsir rahimahullah meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, “Bahwa ketika turun ayat ‘Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih’ (QS At Taubah, 9: 39), orang-orang munafik berkomentar, ‘Sungguh binasa orang-orang kampung yang tidak turut dan berangkat perang bersama Muhammad’. Hal ini ditujukan kepada beberapa orang sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tetap tinggal di kampung halamannya mengajari kaumnya tentang urusan agama, lalu Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat 122 dari surat At Taubah di atas.” (Tafsir Ibnu Katsir III/65).

Versi riwayat lain menyebutkan, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Di saat Allah mengancam dengan keras orang-orang yang tidak berangkat untuk berperang, mereka kemudian bertekad sambil berkata, “Tidak akan ada seorang pun dari kami yang akan tinggal dan tidak ikut berangkat dalam suatu misi militer selama-lamanya”. Dan mereka benar-benar membuktikan ucapannya sehingga semuanya berangkat dan membiarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tinggal sendirian, maka turunlah ayat tersebut (At Tafsir Al Munir, DR Wahbah Az Zuhaili XI/77).

Kandungan Lafazh Tafaqquh Fiddin

Akar kata yang terdiri dari fa-qa-ha menunjukkan arti mengetahui dan memahami sesuatu. Seorang yang alim dan cerdas disebut faqih. Pada mulanya istilah tafaqquh fiddin adalah untuk pekerjaan mengerti, memahami, dan mendalami seluk-beluk ajaran agama Islam. Namun pada periode berikutnya, istilah fiqih digunakan untuk ilmu-ilmu syariat sebagai lawan dari ilmu tauhid yang berkaitan dengan aqidah.

Dalam Al-Qur’an, istilah tafaqquh fiddin disebut hanyasekali. Arti dari liyatafaqqahu fiddin ialah “agar mereka memahami tentang agama”. Kata ad-din dalam rangkaian istilah tersebut berarti “agama” dalam arti yang luas, bukan “agama’ dalam arti sempit, seperti mempelajari seluk-beluk wudu dan masalah-masalah shalat, atau hanya menyangkut masalah fiqih. Agama yang oleh ungkapan tersebut didorong untuk didalami dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat beliau berada di tempat/Madinah karena tidak berangkat memimpin perang, meliputi berbagai informasi yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang telah diterima Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pada periode Mekah selama 13 tahun, dan juga masalah-masalah agama yang mungkin dapat disampaikan Nabi pada saat para sahabat yang berminat melakukan tafaqquh fiddin.[1]

Dalam kajian Ibnu ‘Asyur, lafazah ‘tafaqquh’ (dalam kalimat: liyatafaqqahuu fiddiin) mengikuti wazan tafa’ul yang menyiratkan makna takalluf (bersungguh-sungguh dan mengerahkan semua potensi) guna memperoleh pemahaman yang benar dalam urusan agama. Sebab, memahami agama secara baik dan benar bukan sesuatu yang dapat diraih dengan mudah, melainkan ia memerlukan usaha yang keras, biaya yang tidak murah dan waktu yang lama (Lihat: Tafsir Ibnu ‘Asyur X/229).

Tafaqquh Fiddin, Penting!

Ayat ini merupakan bayan dari Allah Ta’ala tentang pentingnya ‘tafaqquh fiddin’ sebagai upaya untuk memahami agama; menegaskan urgensi mencari ilmu dan ‘tazawwud bil fahmi wal ilmi wa ats-tsaqafah’ (berbekal ilmu, pemahaman dan pengetahuan) tentang agama yang hanif, agama yang fithrah dan agama yang menjadi ‘manhajjatan baidho’ (pedoman hidup yang putih dan bersih).[2]

Yang menarik, menurut Ustadz Ahmad Kusyairi Suhail, bahwa ayat tafaqquh fiddin ini berada di tengah-tengah pembahasan tentang jihad bil qital (perang) yang menjadi tema sentral dari surat At-Taubah. Sebelum ayat tersebut, Allah Ta’ala menyinggung tentang perang Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H dan suasana yang menyelimuti kaum muslimin pada saat perang maupun pasca perang, lalu pada ayat sesudahnya (QS At Taubah: 123), kembali Allah Ta’ala menyinggung masalah perang. Hal ini, lanjut Ustadz Suhail, memberikan pemahaman kepada kita, bahwa seorang mukmin tidak boleh terlalu asyik masyuk dengan satu bentuk ibadah, lalu melupakan ibadah yang lain. Melainkan, ia harus senantiasa tawazun (seimbang) dan syamil (menyeluruh dan utuh), dan tidak terperangkap dengan hal yang juz’i (parsial). Karenanya, semangat mencari ilmu harus selalu dikobarkan dan tidak boleh padam dalam suasana segenting apa pun.

Ustadz Suhail menegaskan, “Jika di tengah kobaran semangat jihad yang menyala-nyala, Allah SWT mengingatkan pentingnya tafaqquh fiddin dan tidak boleh dilalaikan, apatah lagi dalam berbagai aktivitas lainnya, tentu lebih tidak diperbolehkan lagi untuk meninggalkan mencari ilmu. Kesibukan kita dalam jihad siyasi (politik) tidak boleh melunturkan semangat tafaqquh fiddin. Kesibukan kaum ibu dalam jihad ‘aili (berjuang dalam mengurus rumah tangga) tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. Kesibukan mencari nafkah juga tidak boleh membuat seorang mukmin tidak pernah mengalokasikan waktu guna mencari ilmu. Walhasil, tafaqquh fiddin tidak dibatasi oleh usia, waktu, tempat, situasi dan kondisi.” [3]

Setiap muslim dan khususnya para aktivis dakwah hendaknya menyadari bahwa salah satu kunci sukses generasi terbaik binaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam; para sahabat radhiyallahu ‘anhum, sehingga mereka mampu melakukan perubahan dalam peradaban dunia dan mendatangkan banyak kemenangan, kemajuan dan kejayaan di semua aspek kehidupan, termasuk keberhasilan dalam memenej rumah tangga mereka, adalah berawal dari semangat membara mereka dalam mencari ilmu dan tafaqquh fiddin.

Mencari Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Ia merupakan kegiatan sepanjang hidup manusia dari kecil sampai dewasa. Bahkan, begitu amat pentingnya ilmu,  sampai-sampai lafazh ‘ilmu dan kata jadiannya disebut dalam Al Qur’an sekitar 427 kali, mengalahkan penyebutan lafazh ‘shalat’, ‘zakat’ dan lainnya.

Ilmu itu kehidupan dan cahaya, sementara al-jahl (kebodohan) itu kematian dan kegelapan. Adalah hal yang aksiomatis, bahwa semua keburukan itu penyebabnya adalah tidak adanya kehidupan dan cahaya, sedang semua kebaikan penyebabnya adalah cahaya dan kehidupan. Perhatikan firman Allah Ta’ala:

“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat ke luar dari padanya?” (QS Al An’aam, 6: 122).

Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya  menyediakan waktu untuk menuntut ilmu, terutama ilmu-ilmu syar’i untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah sebagai ‘al-marji’iyyah al-‘ulyaa’ (referensi utama) bagi setiap muslim; dan sebagai ‘al-mi’yar al-asasi’ (standar utama) untuk melihat ilmu-ilmu yang lainnya dan mengarahkan serta melandasinya.

Ustadz Abdussalam Masykur menyebutkan bahwa selain menyebutkan tentang pentingnya menuntut ilmuayat tersebut di atas juga menunjukkan pentingnya proses ‘ta’lim muta’allim’ (belajar mengajar) dan pentingnya tujuan atau target dan sasaran, karena selain ber-‘tafaqquh fiddin’ juga harus ada ‘wa liyundziruu qaumahum’ (memberi peringatan kepada kaumnya), kemudian ‘la’allahum yahdzarun’ (agar mereka menjaga dirinya). Ini sebuah proses yang teratur dan luar biasa. Ini adalah manhaj rabbani dalam mencari ilmu dan memahami agama.

Ilmu dan Tegaknya Keimanan

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq, 96: 1 – 5)

Sejak awal kemunculannya di jazirah Arab, ajaran Islam yang dibawa Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengumandangkan penghargaannya yang tinggi terhadap qalam (alat tulis). Islam memancangkan ajaran pertama yang dijadikan dasar pokok dalam membina manusia adalah dengan baca tulis dan menuntut ilmu.

Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa watak ajaran Islam mewajibkan pemeluknya menjadi ummat yang terpelajar, dimana jumlah orang yang berpendidikan semakin meningkat, sedangkan jumlah orang yang tidak berpendidikan terus berkurang dan akhirnya lenyap. Hal itu menurutnya disebabkan oleh kenyataan, bahwa hakekat ajaran Islam, baik dasar-dasar pokok maupun cabang-cabangnya, bukanlah upacara-upacara kebaktian pusaka nenek moyang dan bukan pula mantera-mantera yang disebarluaskan atas dasar angan-angan dan khayal. Dasar-dasar ajaran Islam diambil dari kitab suci yang penuh hikmah dan dari sunnah Rasul Allah yang penuh dengan tuntunan. Di dalamnya terkandung pengertian-pengertian intelektual, metode-metode yang tinggi dan tata kehidupan yang luhur.

Di samping itu, tafakkur alam semesta sebagaimana banyak diketengahkan dalam Al-Qur’an, dipandang oleh Islam sebagai dasar pokok untuk menegakkan iman yang mantap dan kokoh.

Tidak hanya itu saja, di dalam ajaran Islam terdapat juga seruan kepada segenap ummat manusia supaya mengikuti kebenaran dan terus menerus mencarinya walaupun rumit dan tersembunyi. Islam menolak hipotesa-hipotesa berdasarkan pemikiran yang mengambang, dan melarang pemeluknya terjerumus mengikutinya. Islam meletakkan sistim pengawasan yang ketat terhadap pendengaran, penglihatan, dan hati. Itu saja sudah cukup untuk mewujudkan suatu masyarakat yang jauh dari ketakhayulan dan angan-angan kosong, bukan masyarakat yang tenggelam di dalam kepercayaan kepada jimat-jimat, dongeng-dongeng kosong dan segala macam kebatilan, atau masyarakat yang dikuasai oleh tradisi dan adat istiadat tidak karuan yang sama sekali bukan berasal dari ajaran Ilahi.

Agama Islam tidak akan memperoleh tempat yang mantap kecuali di kalangan manusia yang berilmu pengetahuan matang dan manusia berakal cerdas. Bila Anda memperhatikan masalah shalat, tentu Anda akan menemukan kenyataan bahwa baik shalatnya itu sendiri maupun adzan sebelumnya, dua-duanya merupakan amal perbuatan yang rasional. Adzan adalah kalimat-kalimat yang mengetuk pikiran serta membangkitkan hati dan perasaan, yaitu mengagungkan Allah (takbir), pernyataan kesaksian atas keesaan Allah (tauhid), dan ajakan untuk meraih keberuntungan. Dalam Islam aba-aba dimulainya shalat bukan dengan membunyikan lonceng yang dentangan suaranya memenuhi angkasa dan hanya mengetuk perasaan tanpa kata-kata yang jelas. Dalam shalat dibaca ayat-ayat yang diambil dari kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran kebajikan dan petunjuk-petunjuk yang dapat dicerna oleh akal pikiran.

Muhammad Al-Ghazali menegaskan, memang benar bahwa kemantapan seseorang dalam menghayati agama Islam banyak tergantung pada tingkat kecerdasan pikirannya, kebersihan hatinya dan kelurusan fitrahnya. Tidak mungkin orang pandir atau orang yang tidak sehat jiwanya akan mudah begitu saja memeluk Islam.[4]

Menyegarkan Kembali Semangat Tafaqquh Fiddin

Mari kita segarkan kembali semangat tafaqquh fiddin. Mulai dari diri sendiri! Mari kita tanamkan kebiasaan, sikap dan nilai yang baik berkaitan dengan thalabul ilmi.

Menuntut Ilmu

Tidak ada manusia yang lahir dalam keadaan pintar, mahir, dan ahli. Semua manusia lahir dalam keadaan tidak mengetahui suatu apa pun. Hal ini dijelaskan Allah SWT dengan firman-Nya,

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl, 16: 78).

Manusia akan menjadi berilmu manakala mampu memanfaatkan pendengaran, penglihatan, dan hatinya dengan baik. Ia harus mencari ilmu dan terus mencari. Sadarilah, ilmu tidak akan pernah datang menghampiri.

Marilah kita teladani para salafu shalih. Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu pergi ke Syam menempuh perjalanan selama satu bulan hanya untuk mendengarkan satu hadits saja dari Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu. Hadits tersebut ialah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia itu nanti akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan tidak memakai alas kaki, tidak memakai pakaian dan tidak dikhitan”.[5]

Sedangkan Abu Ayyub Al-Anshori pergi dari Madinah ke Mesir menemui ‘Uqbah bin Amir hanya untuk mendengarkan satu hadits saja yaitu sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa menutup aib saudara muslimnya di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di hari kiamat”.[6]

Abul ‘Aliyah berkata: “Kalau kami mendengar sebuah hadits itu datang dari seorang sahabat, maka kami tidak puas kecuali kami pergi menemui sahabat yang memiliki hadits tersebut”.[7]

Membiasakan Menghafal

Kita tidak akan mampu membawa ilmu kalau ilmu tersebut hanya ada dalam catatan. Maka membiasakan menghafal adalah satu sikap yang harus dipegang teguh.

Abu Zur’ah berkata, “Adalah Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”. Berkata Sulaiman bin Syu’bah: “Sesungguhnya murid-murid Abu Dawud menyalin hadits dari Abu Dawud sebanyak 40.000 hadits. Sedangkan Abu Dawud tidak memiliki buku”. Sementara itu Abu Zur’ah Arrazi berkata: “Aku hafal 200.000 hadits seperti bagaimana orang lain menghafal surat Al-Ikhlash”. [8]

Membiasakan Menulis

Karena membuat karya tulis akan memperkuat kapasitas keilmuan. Inilah budaya yang harus dikembangkan di tengah-tengah ummat, khususnya di kalangan aktivis dakwah.

Ibnul ‘Arabi menulis dalam bidang tafsir sebanyak 80 juz (di luar karyanya yang lain dalam bidang Ushul, Hadits, dan juga Tarikh). Ibnu Abi Dunya menulis 1.000 karya tulis. Imam Hakim menulis lebih dari 1.000 macam. Ibnu Asakir menulis dalam bidang Tarikh sebanyak 80 jilid. [9]

Menjaga semangat Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu dan mengembangkannya memerlukan semangat yang besar. Semangat musiman tidak akan mungkin dapat diandalkan untuk membangun kapasitas ilmu.

Ibnul ‘Aqil Al-Hambali berkata: “Sesungguhnya semangatku untuk menuntut ilmu di usiaku yang 80 tahun sama dengan semangatku ketika usiaku baru 20 tahun”.

Semangat itu sangat diperlukan sebagai modal awal menuntut ilmu. Suatu hari Ibnu Jarir Atthabari menawarkan kepada murid-murid dan teman-temannya: “Maukah kalian belajat tafsir?” Mereka menjawab: “Berapa banyaknya?” Atthabari menjawab: “30.000 lembar”. Murid-muridnya itu pun berkata: “Sungguh itu adalah jumlah yang sangat banyak yang mungkin usia kita akan habis sementara ia belum selesai.” Maka diringkaslah oleh Atthabari menjadi 3.000 lembar. Kemudian ketika mereka ditanya tentang apakah mereka mau belajar sejarah manusia semenjak masa Adam hingga masanya, mereka pun menjawab dengan hal yang sama. Mendengar hal itu berkatalah Atthabari: “Sungguh telah mati semangat dan kemauan kalian!” Kemudian ia meringkas sejarah itu menjadi sekitar 3.000 lembar pula.

Imam Syafi’i pernah ditanya, “Bagaimanakah semangat Anda menuntut ilmu?” Beliau menjawab, “Saya mendengarkan huruf demi huruf seakan-akan huruf-huruf itu belum pernah saya temukan selama ini. Karena itu saya kerahkan seluruh anggota tubuh saya untuk menyimaknya.”

Beliau ditanya lagi, “Bagaimana minat Anda terhadap ilmu?” Imam Syafi’i menjawab, “Minat saya laksana orang mengumpulkan makanan dan berambisi menikmati kelezatannya secara sempurna.”

“Lalu bagaimana Anda mencarinya?” lanjut si penanya, “Saya mencarinya laksana seorang wanita yang kehilangan anak satu-satunya yang di dunia ini ia tidak memiliki apa pun selain dia.” Jawab Imam Syafi’i.[10]

Ibnu Mas’ud berkata, “Ketahuilah bahwa tidak ada satupun diantara kalian yang dilahirkan dalam keadaan berilmu. Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan jalan belajar. Maka jadikanlah dirimu sebagai orang yang ahli ilmu, atau orang yang menuntutnya, atau orang yangmendengarkannya. Belajarlah kalian, karena sesungguhnya kalian tidak tahu kapan ilmu kalian itu akan dibutuhkan”. [11]

Merenung, Berbuat, dan Berfikir dalam Ilmu

Aktivitas peningkatan dan pencarian ilmu perlu dilakukan setiap saat. Sehingga kita hendaknya merenung dalam ilmu, berbuat dalam ilmu, dan berfikir dalam ilmu.

Ibnu ‘Aqil Al-Hambali berkata, “Sesungguhnya tidak benar bagiku jika menyia-nyiakan waktu walau sesaat dari usiaku. Kalaupun lisanku berhenti dari menghafal, atau mataku berhenti dari membaca, maka aku menyibukkan fikiranku pada saat istirahatku itu hingga ketika aku bangun pasti telah kumiliki dalam diriku apa yang akan aku tulis kemudian”.

Imam Bukhari apabila terjaga dari tidurnya, maka ia menyalakan lenteranya kemudian menulis apa-apa yang terbetik dalam dirinya dari berbagai ilmu. Kemudian ia tidur dan begitu seterusnya sampai kadang-kadang dalam satu malam ia melakukan hal itu sebanyak 20 kali.

Imam Juwaini berkata, “Biasanya aku tidak pernah tidur dan makan. Tetapi aku tidur karena tertidur dan makan karena aku memang membutuhkannya. Sehingga aku tidur dan makan kapan saja. Karena kenikmatanku ada pada menuntut ilmu.”

Menuntut Ilmu Sepanjang Hayat

Generasi terdahulu telah memberikan teladan yang baik. Mereka mengajarkan kepada kita bahwa selama manusia masih bisa mencari ilmu, maka ia harus terus melakukannya.

Muhammad bin Ishaq telah mengambil ilmu dari 1700 orang guru. Ia pergi menuntut ilmu dalam usia 20 tahun dan pulang dalam usia 40 tahun. Sedangkan Imam Bukhari mengambil ilmu lebih dari 1000 orang Syaikh.

Ada sebuah kisah mengharukan tentang semangat menuntut ilmu. Menjelang wafatnya Ibnu Jarir Atthabari mendengar do’a yang diriwayatkan oleh Ja’far bin Muhammad. Ia kemudia meminta orang yang ada di sekitarnya untuk mengambilkan pena dan kertas. Orang-orang pun berkata kepadanya, “Kondisimu sudah seperti ini, tidak usahlah melakukannya.” Atthabari kemudian menjawab, “Tidak semestinya seseorang meninggalkan datangnya ilmu meskipun sampai mati”. Beberapa saat kemudian beliau pun wafat.

Menjadi bangsa yang besar dengan Ilmu

Hari ini kita mungkin dalam keadaan terhina dan terpuruk. Tetapi jangan pesimis, karena tidak lama lagi kita akan segera bangkit dan memimpin dunia, menjadi ustadziyatul alam (guru dunia).

Di kedua tangan kita ada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber petunjuk yang memberkahi ilmu yang kita miliki. Tugas kita saat ini adalah belajar dan terus belajar.

Al-Hasan bin Ali berkata, “Belajarlah kalian, tuntutlah ilmu, sesungguhnya jika kini kalian adalah orang-orang yang kecil dan tidak diperhitungkan manusia, maka kelak kalian akan menjadi orang-orang besar yang diperlukan manusia.” [12]

Tanamkanlah semangat di dalam dadamu wahai muslimin! Mari kita rem nafsu menghambur-hamburkan waktu dengan hal-hal yang tidak perlu. Sungguh, fajar kemenangan bukanlah impian, jika kita mau belajar, menuntut ilmu, dan ber-tafaqquh fiddin….

Maraji’

Pentingnya Tafaqquh fiddin, Abdussalam Masykur

Semangat Tafaqquh Fiddin, H. Ahmad Kusyairi Suhail, MA.

Al-Qur’an Wa Tafsiruhu Jilid IV, Kementrian Agama RI

Akhlak Seorang Muslim, Muhammad Al-Ghazali

Waqfah Tarbawiyah, Edisi 07, Volume I, 1996










[1] Al-Qur’an wa tafsiruhu, hal. 231 – 232.

[2] Pentingnya Tafaqquh fiddin, Abdussalam Masykur

[3] Semangat Tafaqquh Fiddin, H. Ahmad Kusyairi Suhail, MA.

[4] Akhlak seorang Muslim, Muhammad Al-Ghazali, hal. 407 – 410

[5] Riwayat Muslim dari Aisyah (2589)

[6] Riwayat Bukhari (2310), Muslim (2580)

[7] Thabaqah Ibnu Sa’ad, VII/122

[8] Sifatusshofwah, II/337, IV/88

[9] Al-Ilmu Dhorurah Syar’iyyah, Dr. Nashir Al-Umar hal. 22 – 25.

[10] Tarikh Baghdad

[11] Al-Adab Assyar’iyyah, Ibnul Muflih II/34

[12] Jami’u bayanil ‘ilmi, Ibnu Abdul Barr I/8

Thursday, October 3, 2013

Ari Lasso Jika

Jika teringat tentang dikau
Jauh dimata dekat dihati
Sempat terfikir tuk kembali
Walau beda akan kujalani
Tak ada niat untuk selamanya pergi

Jika teringat tentang dikau
Jauh dimata dekat dihati
Apakah sama yang ku rasa
Ingin jumpa walau ada segan
Tak ada niat untuk berpisah denganmu

Reff
Jika memang masih bisa mulutku berbicara
Santun kata yang ingin terucap
Kan kudengar caci dan puji dirimu padaku
Kita masih muda dalam nebcari keputusan
Maafkan aku ingin kembali
Seumpama ada jalan tuk kembali

Saturday, September 28, 2013

Kiat-Kiat Menuntut Ilmu



Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam kepada Rasulullah , keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Manusia lebih mulia dari pada makhluk lain karena akal. Dengan akal, manusia dapat bepikir untuk merenungi kebesaran-kebesaran Allah. Dengan akal, manusia dapat mencari ilmu untuk bekal di dunia dan akhirat nanti. Karena segala sesuatu yang manusia lakukan haruslah dengan ilmu. Al’ilmu qablal qauli wal ‘amali (ilmu sebelum perkataan dan perbuatan).
Ada beberapa keutamaan menuntut ilmu, salah satunya yaitu Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Mungkin terbesit dalam benak kita, bagaimana cara seseorang mendapat ilmu?
Berikut ini adalah kiat-kiat mencari ilmu, agar ilmu yang di dapat diberkahi Allah
Seorang yang menuntut ilmu harus mengikhlaskan niat karena Allah.
Ilmu adalah landasan yang sangat penting. Hukum syari’at dibangun di atas ilmu. Ilmu tidak diberkahi Allah jika dalam menuntut ilmu tersebut tidak diniatkan untuk meraih ridha Allah. Barangsiapa yang menuntut ilmu tanpa mengharap wajah Allah maka dia terncam tidak akan masuk surga. Barangsiapa yang menuntut ilmu karena ingin derajatanya tinggi di hadapan manusia tanpa mengharap wajah Allah, maka terancam dicampakkan ke dalam neraka. Wal iyadzu billah
Hendaknya kita senantiasa bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam menuntut ilmu dengan meluruskan niat, mengikhlaskan karena Allah. Apa batasan orang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu? Imam Ahmad menjelaskan bahwa batasan seseorang bisa dikatakan ikhlas dalam menuntut ilmu yaitu niat dalam dirinya untuk menghilangkan kejahilan yang ada pada dirinya. Setelah kejahilan/kebodohan hilang dari dirinya, dia berusaha menghilangkan kejahilan orang lain.
Insyaallah dengan niat seperti itu, Allah akan memberi taufiq untuk ikhlas dalam menuntut ilmu.
Seorang harus menjauhi kemaksiatan.
Ilmu adalah cahaya dan cahaya tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat. Karena maksiat adalah kegelapan, orang yang bermaksiat berarti memadamkan cahaya ilmu dalam dirinya. Kita bisa mengamil pelajaran dari kisah Imam Syafi’i yang sudah hafal al qur’an sebelum baligh, hafal ribuan hadits, ketika dia melihat anak laki-laki yang tampan dengan pandangan tidak biasa hafalannya ada yang hilang karenanya.
Barangasiapa yang ilmunya ingin diberkahi Allah maka jauhilah maksiat. Karena maksiat merupakan penghalang antara kita dengan Allah. Maksiat adalah penghalang antara kita dengan ilmu.
Imam As-Syafii menyampaikan nasihat kepada muridnya. “Akhi, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara ini, akan aku kabarkan kepadamu secara terperinci yaitu dzakaa-un (kecerdasan), hirsun (semangat), ijtihaadun (cita-cita yang tinggi), bulghatun (bekal), mulazamatul ustadzi (duduk dalam majelis bersama ustadz), tuuluzzamani (waktu yang panjang).”
Berikut keterangan masing-masing:
Dzakaa-un (keceerdasan). Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Seseorang meskipun dalam majelis tidak mencatat tetapi dia bisa mengingat dan menghafalnya dengan baik dan bisa menyampaikan kepada orang lain dengan baik. Jenis kecerdasan ini harus diasah agar dapat bermanfaat lebih banyak untuk dirinya dan orang lain. Yang kedua adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.
Hirsun yaitu perhatian dan semangat dengan apa yang disampaikan gurunya. Sekaligus berupaya mengulang pelajarannya.
Ijtihaadun. Ulama menafsirkan ijtihaadun adalah al himmatul ‘aliyah yaitu semangat atau cita-cita yang tinggi. Seseorang hendaknya memaksa diri untuk mencari ilmu dengan semangat mewujudkan cita-cita demi agamanya.
Bulghatun/dzat/bekal. Dalam menuntut ilmu tentu butuh bekal, tidak mungkin menuntut ilmu tanpa bekal. Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.
Mulazamatul ustadzi. Seseorang harus duduk dalam majelis ilmu bersama ustadz. Tidak menjadikan buku sebagai satu-satunya guru. Dalam mempelajari sebuah buku kita mmbutuhkan bimbingan guru. Hendaknya menggabungkan antara bermajelis ilmu dengan guru, juga banyak membaca buku.
Tuuluz-zamani, dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan seorang da’i/ulama hanya karena daurah beberapa bulan saja.Al-Baihaqi berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”
Al Qadhi iyadh ditanya: sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu? Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”
***
Faidah kajian ustadz Abu Yasir @mushola teknogi fakultas Teknik UGM
Dan beberapa kutipan dalam buku Bekal bagi Penuntut Ilu karya ‘Abdullah bin Shalfiq adh Dhafiri
Penyusun: Khusnul Rofiana
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits
- See more at: http://muslimah.or.id/manhaj/kiat-kiat-menuntut-ilmu.html#sthash.1zoQBU7e.dpuf

Thursday, September 19, 2013

Mencatat


“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”
(HR. Muslim No.2699)

Menempuh jalan menuntut ilmu memiliki 2 makna (Ibnu Rajab rahimahullah) :
• Secara hakekat, yaitu melangkahkan kaki untuk menghadiri majelis ilmu.
• Menempuh berbagai cara yang mengantarkan menuju ilmu seperti menulis, menghafal, mempelajari, mengulangi, memahami, dsb.

Menghimpun fawaid (faedah) adalah salah satu cara menimba ilmu.

Al-Fawaid ⇨ setiap yang engkau dapatkan berupa ilmu, harta, dan sebagainya.

Al-Fawaid dalam pengertian para penulis kitab ⇨ sebuah kitab yang menghimpun beberapa masalah yang beraneka macam mutiara ilmu & hal-hal penting yang diperoleh selama perjalanan panjangnya bersama ilmu, ulama, kitab, fakta, dan sebagainya yang tidak hanya terbatas pada satu bidang tertentu saja, tetapi mencakup banyak bidang ilmu.

Manfaat menghimpun Al-Fawaid:
• Menjaga & mengikat ilmu.
• Menambah khazanah ilmu pengetahuan.
• Barang simpanan di masa tua.

Menjaga & mengikat ilmu:
• Tulisan sangat penting untuk menjaga ilmu, lebih meresap dalam hapalan, memudahkan kita untuk membaca ulang terutama apabila dibutuhkan, bisa dibawa kesana kemari, dsb.
• Nasehat Sya’bi ⇨ “Apabila engkau mendengar sesuatu, maka tulislah sekalipun di tembok”
• Imam Syafi’i:
Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya.
Ikatlah buruannya dengan tali yang kuat.
Termasuk kebodohan kalau engkau mem-buru kijang.
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja.

Menambah khazanah ilmu pengetahuan:
• Banyak di antara kita yang telah lama menghadiri majelis taklim, banyak membaca buku atau majalah, tetapi dia merasa bahwa dia tidak memiliki kekuatan ilmu, padahal seandainya dia mau rajin mencatat dalah sebuah dasar khusus, menyusunnya, lalu sering membacanya berulang-ulang ⇨ bahan akan terkumpul banyak ⇨ bisa diolah untuk kajian, tulisan, cerita, dsb.

Barang simpanan di masa tua:
• Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah berkata: “Di antara faedah menghimpun fawaid yang paling berharga adalah ketika di saat lanjut usia dan badan telah lemah, dia akan memiliki bahan materi yang dapat dia nukil tanpa susah payah harus mencari-cari lagi”

Jangan Meremehkan Faedah!!!
• Jangan menganggap sepele sebuah faedah ⇨ jika dikumpulkan bisa jadi banyak.
• Betapa banyak di antara kita yang kecewa dan mengeluh karena dia tidak mencatat ilmu yang dia peroleh atau berpedoman pada hapalannya, tetapi hapalan pun pudar tidak dapat membantunya.

Jangan sembunyikan faedah.
• Barokah ilmu akan didapat jika kita menyebarkan ilmu yang orang lain tidak tahu sehingga mereka akan mendapatkan faedah.
• Keluarkanlah faedahmu dengan segera, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu.

Sandarkan kepada ahlinya
• Apabila ada seorang yang memberikan faedah kepadamu. Berupa ilmu maka banyaklah berterimakasih kepadanya selama-lamanya. Katakanlah: Semoga Allah membalas si fulan dengan kebaikan karena dia telah memberiku faedah, tinggalkan kesombongan dan kedengkian.
• Hargailah jasa orang lain padamu, semoga Allah memberkahi ilmumu.

Jangan lupa muraja’ah
Ilmu apabila tidak sering-sering diulang-ulang maka lambat laun akan pudar dari ingatan.

Tuesday, July 30, 2013

Kerja Keras kunci meraih Sukses



Al-Kitab khayru jalis[in] (Buku adalah kawan duduk terbaik),” demikian kata Imam al-Ghazali. Apa yang beliau ungkap tidaklah berlebihan. Sebab, saat kecil, saat anak-anak lain sebayanya bermain-main, al-Ghazali kecil konon malah sering ’bercengkerama’ dengan buku. Karena itu, wajarlah jika al-Ghazali kemudian tumbuh dalam suasana intelektual dan keilmuan yang sangat kental. Beliau lalu menjelma menjadi ulama besar yang disegani dan penulis buku yang mumpuni. Tak kurang dari 100 judul buku lahir dari tangan kreatifnya.
Sama dengan al-Ghazali, Imam al-Bukhari, ulama terkemuka di bidang hadis, juga sejak kecil dididik dalam suasana keagamaan dan keilmuan yang kental. Wajar jika dalam usia 10 tahun, al-Bukhari kecil sudah tertarik dengan ilmu hadis yang sulit dan rumit itu. Dengan berguru kepada banyak ulama besar pada zamannya, dalam usia 16 tahun beliau sudah hapal dan menguasai sejumlah kitab. Lalu pada usia 18 tahun beliau mampu menerbitkan kitab pertamanya, Qudhaya ash-Shahabat wa at-Tabi’in. Kemudian bersama gurunya Syaikh Ishaq, al-Bukhari menghimpun satu juta hadis dari 80.000 perawi dalam satu kitab, yang pada akhirnya, setelah disaring secara ketat, hanya tinggal 7.275 hadis.
Imam al-Bukhari memang memiliki daya hapal tinggi. Ini diakui oleh kakaknya, Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah al-Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah ulama Balkh. Tidak seperti murid lainnya, al-Bukhari tidak pernah membuat catatan. Karena itu, ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat.
Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, al-Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah tersebut. Tercenganglah mereka semua lantaran al-Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 hadis, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Karena ketinggian ilmunya, amat wajar jika Imam al-Bukhari mampu melahirkan banyak karya, khususnya di bidang hadis. Selain kitab di atas, karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash-Shahih, Al-Adab al-Mufrad, At-Tarikh as-Shaghir, At-Tarikh al-Awsat, At-Tarikh al-Kabir, At-Tafsir al-Kabir, Al-Musnad al-Kabir, Kitab al-‘Ilal dan puluhan kitab lainnya.
Pendahulu Imam al-Bukhari, yakni Imam Syafii, tak kalah istimewanya. ‘Pendekar fikih’ ini, saat berusia 9 tahun telah menghapal seluruh ayat al-Quran. Setahun kemudian, kitab Al-Muwatha’ karya Imam Malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga berhasil beliau hapal. Dengan berguru kepada banyak ulama besar pada masanya, wajar jika dalam usia yang sangat muda (15 tahun), ia telah duduk di kursi mufti kota Makkah.
*****

Mungkin selama ini kita beranggapan, wajar saja Imam Syafii, Imam al-Bukhari, Imam al-Ghazali, dll menjadi ulama besar karena mereka adalah orang-orang jenius yang dianugerahi kecerdasan luar biasa oleh Allah SWT. Anggapan ini tidak salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, sesungguhnya ada aspek lain yang lebih luar biasa dari diri mereka, yakni: kerja keras dalam belajar dan menuntut ilmu. Itulah sesungguhnya yang mengantarkan sosok-sosok di atas menjadi figur-figur terkemuka dalam hal keilmuan.
Tengoklah Sahabat Nabi saw. yang mulia, Abu Hurairah ra., misalnya, jauh sebelum para ulama terkemuka di atas. Beliau menghapal hampir seluruh hadis Nabi saw. Semua itu adalah hasil kerja kerasnya dalam membagi waktu malamnya menjadi tiga: untuk shalat malam, menghapal dan sedikit untuk tidur.
Generasi setelahnya, Ahmad bin Hanbal, menghapal sekitar 1.000.000 hadis dan menulis 40.000 hadis dalam Musnad-nya. Ibn Hibban meriwayatkan hadis dari 2000 syaikh/ulama besar. Jarir bin Abdillah ra. pernah pergi ke Mesir selama satu bulan hanya untuk mencari satu hadis.
Ulama besar lain, Al-Muzni, mengulang-ulang membaca dan mengkaji Ar-Risalah karya Imam Syafii sebanyak 500 kali. Abu Ishaq asy-Syirazi mengulang setiap bab pelajarannya tak kurang dari 100 kali. Karena kebiasaannya itu, wajar jika ia mampu mengarang tak kurang dari 100 judul buku.
Karena kerja kerasnya dalam belajar pula, Imam Ibn Taimiyah sudah bisa berfatwa pada usia 18 tahun. Beliau pun sanggup menulis 4 buku dalam sehari, karena ia memang mampu menulis satu buku hanya dalam satu kali duduk.
Karena kerja keras dalam menuntut ilmu pula, Ibn Jarir sanggup menulis 100 ribu halaman, Ibn al-Jauzi sanggup menulis 1000 judul buku dan Ibn al-Anbari sanggup menghapal 400 kitab tafsir (Lihat: Aidh al-Qarni, Miftah an-Najah, hlm. 13).
Bagaimana dengan Imam al-Bukhari? Beliau ternyata pernah mengulang-ulang dan mengkaji Ar-Risalah karya Imam Syafii sebanyak 700 kali! Kerja keras beliau juga tercermin dari apa yang pernah beliau ungkapkan, “Aku menyusun kitab Al-Jami’ yang dipilih dari 600.000 hadis selama 16 tahun!”
Bagaimana dengan Imam Syafii sendiri? Meski sudah menjadi mufti pada usia 15 tahun, beliau tak pernah puas menuntut ilmu. Begitu kerasnya beliau menuntut ilmu sehingga guru-guru beliau banyak jumlahnya, hampir setara dengan jumlah murid-muridnya!
*****

Merenungkan fenomena kehebatan para ulama di atas, mungkin benar kata Thomas Alfa Edison, sukses itu 1% bakat/kecerdasan, 99% sisanya adalah kerja keras. Adagium ini ia buktikan sendiri. Konon Edison menjadi penemu lampu pijar (listrik) setelah melakukan percobaan tidak kurang 1000 kali!
Kata-kata bernas Edison di atas sering dikutip oleh para motivator dan trainer saat ini. Sayang, kata-kata sarat hikmah ini sering hanya dikaitkan dengan orientasi-orientasi yang berdimensi duniawi dan profan; jarang dikaitkan dengan orientasi-orientasi yang lebih berdimensi agamis dan keilmuwan. Padahal apa yang ditegaskan Edison sebenarnya telah dipraktikan oleh para ulama besar Islam generasi salafush-shalih terdahulu, sebagaimana sedikit kisahnya terpapar di muka.
Bagaimana dengan kita? Berapa puluh atau ratus kali kita mengulang membaca Kitab Nizham al-Islam, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, dan puluhan kitab lainnya yang merupakan aset berharga yang kita miliki? Tampaknya, mayoritas kita telah merasa cukup kitab-kitab itu dikaji satu atau dua kali hanya dalam halaqah mingguan. Pantaslah jika kita tak akan pernah bisa menjadi orang-orang hebat seperti mereka.
Wama tawfiqi illa bilLah.
Email This

Wednesday, July 10, 2013

Kau - Ari Lasso

Kau Hanya Rasa Yang Tertunda
Menunggu Seribu Tahun
Di Dalam Sunyiku

Dan Tiada Kata Berpisah
Walau Wangimu Kini
Tiada Kuasa Ku Renggut

Reff:

Di Hati Tertulis Sejuta Kisah
Tentang Dirimu Dan Penantianku
Biarlah Kini Terlukis Dalam Jiwaku
Harum Nafas Kasihmu Sunguh

Kau Pesona Dalam Hidupku
Telah Mengisi Detik Demi Detik Terindah
Ku Relakan Kau Bersamanya
Teriring Senyum Kau Kan Tetap Mencintaiku

Repeat Reff 3x

Thursday, June 27, 2013

Cara Mengcopy CD / DVD Yang Terproteksi



maaf sebelumnya kalo artikel ini sudah pernah dimuat, soalnya lughot barusan jengkel beli CD di via internet, eh gak bisa dicopy..padahal yang jual bisa memperbanyak dan dijual lagi..maka dari rasa terheran , tercengang itula saya punya ide bikin postingan ini.

dan ingat ini hasil copas dari berbagai macam sumber dan jawaban yang ga memungkinkan dimuat disini termasuk para master tehnisi komputer yang telah mengajari lughot....

Mengapa kita harus melewati proteksi cd?

I’m afraid I cannot answer because that is a stupid question. Ada banyak alasan mengapa kita harus melewati proteksi cd. Kita berasumsi bahwa seorang punya cd original dan perlu backup agar suatu saat kalo cd itu hilang maka ada backupnya. Atau yang sering terjadi pada cd audio. File dalam cd audio sangat besar dan biasanya berformat WAV. Durasi 1 jam saja memakan space 650 mb. Kita ingin menconvertnya menjadi MP3 yang lebih kecil spacenya atau ingin membackupnya agar kalau rusak cdnya kalau keseringan diputer maka kita punya backupnya. Tapi itu semua hanya mimpi kalau cdnya terproteksi. Tidak bisa dicopy. Dan masih banyak alasan lain.

Inilah beberapa macam proteksi cd yang pernah lughot temui

1. Proteksi cd COPYRIGHT

Inilah yang paling banyak ana temui. Cd ini berlabel copyright. Artinya memang tidak bisa dicopy. Tapi melewati yang jenis ini sangatlah mudah. Biasanya software burning pihak ketiga dapat mencopy cd jenis ini dengan mudah. Sebut saja NERO – salah satu software burning yang terkenal. NERO dapat merubah cd COPYRIGHT jadi RIGHT TO COPY. Tidak semua tentunya karena berbagai macam proteksi cd. Biasanya NERO akan memperingatkan bahwa cd ini copyright.

2. proteksi ” space not enough “

proteksi macam ini pernah ana temui. Cd yang ana mau copy filenya sebesar 120 mb tapi ketika dicopy cd per cd ternyata NERO mengeluarkan pesan error bahwa ” space not enough ” – artinya cd ini tidak muat. Aneh kan? Ternyata NERO membaca bahwa cd yang akan dicopy berukuran 4GB! Edan, bagaimana 120 mb bisa terbaca jadi 4gb? I do not know. Yang jelas 4 gb itu ukuran dvd dan bukan cd.

Solusinya:

Copy dulu semua isi file dalam cd master ke hardisk anda baru kemudian diburning. Usahakan label cd copyan sama dengan label cd master karena ana pernah mengcopy tapi labelnya ana buat berbeda dari masternya. Alhasil tidak bisa dibuka file autorun nya. Tapi setelah dicopy ulang dengan menggunakan label yang sama dengan cd masternya hasilnya autorunnya jalan.

3. proteksi ” cannot copy “

Muncul pesan seperti itu ketika dicopy. Gak paham alasannya apa, tapi cdnya memang gak bisa dicopy. Solusinya seperti cara kedua yaitu dicopy dulu ke hardisk baru kemudian diburning

4. proteksi ” cannot copy ” part II

kasusnya sama kayak nomer 3, cuman waktu dicopy ke hardisk juga gak bisa alias error. Setelah ana teliti ternyata ada 3 file aneh dalam cd itu yang kalau dicopy memang gak bisa. File aneh yang ana temui mempunyai ukuran yang sama dan format yang sama tapi dengan nama yang berbeda-beda. Akhirnya ana copy semua isi file cd tersebut tanpa 3 file aneh dan hasilnya lancar-lancar aja. Baru kemudian ana burning. File autorunnya pun bisa dibuka tanpa 3 file aneh tadi.

5. proteksi 701 mb

pernah ana menemui sebuah cd dengan file didalamnya berukuran 701 mb. jelas tidak bisa dicopy cd per cd karena cd biasa Cuma berukuran 700 mb. Ini bukan trik file tapi memang segitu sizenya karena perusahaan cd itu menciptakan ukuran cd yang lebih besar dari cd normal.

Solusinya :

Gampang, tinggal copy aja ke dvd, beres kan? Atau kalau terpaksa dicopy ke cd ya copy dulu seluruh isi file ke hardisk kemudian dikecilkan pake winzip atau winrar. Baru setelah itu diburning. Beres!

6. proteksi cd audio

ini adalah proteksi yang sempet buat ana bingung. Pasalnya di properties cdnya tertulis ukuran cd 0 byte. Ketika dibuka, didalamnya cuman ada file list yang ukurannya 1 kb. Tapi bisa dimainkan denga lancar audio file dengan durasi 1 jam! Artinya file audio yang asli tak kasat mata. Dicopy pake nero cd by cd memang bisa tapi dicopy ke hardisk tidak bisa karena filenya tidak kelihatan. Kalau pun tercopy ke hardisk maka yang tercopy cuman file listnya saja yang berukuran 1 kb. Padahal pengennya file audio tersebut disimpan di kompi biar bisa di share atau diconvert ke mp3 sehingga bisa masuk hape.

Ana tau file audio tersebut tak kasat mata ketika mencoba memburning pake software alcohol 100%. Di alcohol terlihat dalam cd tersebut ada file yang tak punya nama! Hanya terlihat alamat offsetnya saja. Aneh.

Solusinya:

Orang yang tau solusinya mungkin akan berkata ” oooo ternyata mudah ya “. memang simpel tapi menemukan awalnya itu yang sulit. Pa lagi waktu ana search di google, tidak ada yang membahas masalah itu. Oke solusinya gampang, buka cd audio tersebut menggunakan MPC (media player classic). Mengapa MPC? Karena hanya MPC saja yang mempunyai fitur menu ” save as… ” . dan MPC ada di bawaan windows. Mainkan cd audio dengan MPC kemudian pilih menu file > save as… pilih lokasi file dan tekan save. Beres!

Saturday, June 22, 2013

Falsafah Jowo-an

(Falsafah)
Dalam menghadapi kehidupan yang semakin tidak menentu ini, mungkin ada baiknya kalau kita mencoba merenung, menggali kembali ajaran-ajaran bijak generasi pendahulu kita yang mungkin akan sangat berguna bagi kehidupan masyarakat sekarang ini. Ajaran yang bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bisa bermanfaat bagi siapapun yang ingin mempelajarinya.
“SURODIRO JOYONINGRAT, LEBUR DENING PANGASTUTI”
Semua Keberanian, Kekuatan, Kejayaan, dan Kemewahan yang ada di dalam diri manusia akan dikalahkan oleh Kebijaksanaan, Kasih Sayang, dan Kebaikan yang ada di sisi lain dari manusia itu sendiri.
Suro = Keberanian.
Dalam diri manusia, mempunyai sifat keberanian. Entah itu berani karena benar, berani karena jaga image, berani karena sok jago atau berani yang lain. Sifat ini sangat sebenarnya bagus tapi kalau sudah melanggar dari aturan-aturan ya sama aja boong.
Diro = Kekuatan.
Manusia mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Apalagi bila dalam keadaan terdesak maka kekuatan yang akan timbul bisa lebih besar lagi dari biasanya. Akan tetapi, sekarang ini banyak manusia yang hanya mengandalkan kekuatannya sehingga menimbulkan kerusakan dimana-mana. Hal ini nantinya akan berdampak kurang baik bagi siapapun juga termasuk yang menggunakan kekuatan secara berlebihan.
Joyo = Kejayaan.
Sebagian dari kita mungkin pernah merasakan bagaimana rasanya apabila kita selalu menjadi yang terdepan, kita selalu menjadi yang terbaik diantara yang lainnya. Nantinya apabila ini menjadi berlebihan maka kita akan menjadi sombong, pongah, dan menjadi manusia yang tidak ingin kalah. Bukankah mengalah tidak selamanya kalah?
Ningrat = bergelimang dengan kenikmatan duniawi
Ningrat disini mungkin bisa diartikan bahwa kita berkecukupan namun itu tidak menjadikan kita sebagai manusia yang rendah hati. Kita menjadi takabur akan kemewahan yang kita miliki sehingga melupakan yang lainnya.
Lebur = Hancur, Musnah
Lebur artinya dilebur atau dimusnahkan atau dihancurkan. Ini mempunyai arti sesuatu yang nantinya akan dihancurkan.
Dening = Dengan
Pangastuti = Kebijaksanaan, Kasih Sayang, Kebaikan
Kata-kata yang mendasari kalimat “Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti” ternyata semuanya mengandung sifat-sifat yang ada di dalam diri manusia. Bila dicermati lagi, disitu kita berada dalam posisi yang selalu di atas angin, menang sendiri.
Prinsip Hidup Jawa
  1. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
  2. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).
  3. Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli (Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih; Cepat tanpa harus mendahului; Tinggi tanpa harus melebihi)
  4. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman. (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).
  5. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).
  6. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka, Sing Was-was Tiwas (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah;Jjangan suka berbuat curang agar tidak celaka; dan Barang siapa yang ragu-ragu akan binasa atau merugi).
  7. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).
  8. Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).
  9. Sing Sabar lan Ngalah Dadi kekasih Allah (Yang sabar dan mengalah akan jadi kekasih Allah).
  10. Sing Prihatin Bakal Memimpin (Siapa berani hidup prihatin akan menjadi satria, pejuang dan pemimpin).
  11. Sing Resik Uripe Bakal Mulya (Siapa yang bersih hidupnya akan hidup mulya).
  12. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat).
  13. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (Keberanian, kekuatan dan kekuasaan dapat ditundukkan oleh sikap yang lemah lembut).
  14. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
  15. Jer basuki mawa beya. (Keberhasilan seseorang diperoleh dengan pengorbanan)
  16. Amemangun karyenak tyasing sesama.(Membuat enaknya perasaan orang lain)
  17. Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning pasthi.(Gejolak jiwa tidak bisa merubah kepastian)
  18. Budi dayane manungsa ora bisa ngungkuli garise Kang Kuwasa.(Sekuat usaha manusia tidak akan bisa mengatasi takdir Yang Maha Kuasa)
  19. Tan ngendhak gunaning janma.(Tidak merendahkan kepandaian manusia)
  20. Mangan orang mangan waton kumpul.(Menunjukkan yang penting itu kumpul, bukan sekadar kumpul, tetapi kerukunannya. Demi kerukunan kita harus melakukan apa pun. Kalau perlu sampai tidak makan. Jadi, bukannya pengertian makannya yang dikedepankan.)
Dasar-dasar Falsafah Hidup
Hanggayuh Kasampurnaning Hurip, Bèrbudi Bawaleksana, Ngudi Sejatining Becik
Ketuhanan
  1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine, dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe. (Tuhan itu tunggal, ada di mana-mana, yang menciptakan jagad raya seisinya, disembah seluruh manusia sejagad dengan caranya masing-masing)
  2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran. (Tuhan ada di mana saja, di dalam dirimu juga ada, namun kamu jangan berani mengaku sebagai Tuhan)
  3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan. (Tuhan itu berada jauh namun tidak ada jarak, dekat tidak bersentuhan)
  4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi. (Tuhan itu abadi dan tak bisa diperumpamakan, menjadi asal dan tujuan kehidupan)
  5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran. (Tuhan itu bisa mewujud namun perwujudannya bukan Tuhan)
  6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata. (Tuhan berkuasa tanpa alat dan pembantu, mencipta alam dan seluruh isinya, yang tampak dan tidak tampak)
  7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane. (Tuhan itu tidak membeda-bedakan (pilih kasih) kepada seluruh umat manusia)
  8. Pangeran iku maha welas lan maha asih, hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran. (Tuhan Maha Belas-Kasih, bumi terpelihara berkat anugrah Tuhan)
  9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake. (Tuhan itu Mahakuasa, takdir ditentukan atas kehendak Tuhan, tiada yang bisa membatalkan kehendak Tuhan)
  10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran. (Kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan)
  11. Pangeran iku ora sare. (Tuhan tidak pernah tidur)
  12. Beda-beda pandumaning dumadi. (Tuhan membagi anugrah yang berbeda-beda)
  13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran. (Pasrah kepada Tuhan bukan berarti enggan bekerja, namun percaya bahwa Tuhan Menentukan)
  14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira. (Tuhan mencipta manusia dengan media ibumu, oleh sebab itu hormatilah ibumu)
  15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae. (Yang bisa menjadi utusan Tuhan bukan hanya manusia saja)
  16. Purwa madya wasana. (zaman awal/ sunyaruri, zaman tengah/ mercapada, zaman akhir/ keabadian)
  17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad. (Berubahnya keadaan itu atas kehendak Tuhan yang mencipta alam)
  18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing bisa murungake. (Tak ada kesaktian yang menyamai takdir Tuhan, sebab takdir itu tidak ada yang bisa membatalkan)
  19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan seneng gawe sangsaraning liyan. (Bener yang menurut Tuhan itu bila tidak memiliki sifat angkara murka dan gemar membuat kesengsaraan orang lain)
  20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa. (Kebenaran di dunia ada dua macam, yakni benar menurut Tuhan dan benar menurut penguasa)
  21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran. (Benar menurut penguasa juga memiliki dua macam jenis yakni cocok dengan kebenaran menurut Tuhan dan tidak cocok dengan kebenaran Tuhan)
  22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala. (Kebenaran yang sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, itu berarti tuhan yang mewujud, namun bila tidak sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, berarti penjelmaan angkara)
  23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran. (Tuhan itu bukan dewa atau manusia, namun segala yang Ada (dewa dan manusia) adanya berasal dari Tuhan.
  24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran. (Keburukan dan kebaikan merupakan satu kesatuan, semua itu sudah menjadi rumus/kehendak Tuhan)
  25. Manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran. (Manusia berasal dari zat Tuhan, maka manusia memiliki sifat-sifat Tuhan)
  26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding Pangeran. (Tidak ada yang menyerupai Tuhan, maka janganlah melukiskan dan menggambarkan wujud tuhan)
  27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran. (Tuhan berkuasa tanpa perlu pembantu, maka jangan menganggap manusia menjadi wakil Tuhan di bumi)
  28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa. (Tuhan itu Mahakuasa, sementara itu manusia hanyalah bisa)
  29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa. (Tuhan mampu merubah keadaan apa saja tanpa bisa dibayangkan/perumpamakan)
  30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan anyar kang diperlokake. (Tuhan mampu merusak keadaan yang tidak diperlukan lagi, dan bisa membuat keadaan baru yang diperlukan)
  31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran. (Batu dan kayu adalah milik zat Tuhan, namun bukanlah Tuhan)
  32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen manungsa mau bisa diarani Pangeran. (Di dalam manusia dapat bersemayam zat tuhan, akan tetapi jangan merasa bila manusia boleh disebut Tuhan)
  33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus. (Makhluk halus dan makhluk kasar/wadag semuanya berasal dari tuhan, maka dari itu jangan menyembah makhluk halus, namun juga jangan menghina makluk halus)
  34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu titah alus. (Semua yang tampak oleh mata termasuk makhluk kasat mata, sedangkan lainnya termasuk makhluk halus)
  35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa. (Tuhan memenangkan manusia walaupun seperti apa manusia itu)
  36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau. (Tuhan memberikan pengetahuan kepada manusia tentang eksistensi makhluk halus)
  37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah. (Makhluk halus tidak bisa menjadi manusia bila manusia tidak punya permohonan kepada Tuhan agar makhluk halus menampakkan diri)
  38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran. (Siapa yang berani merubah keadaan yang terjadi, bukanlah sembarang orang, namun sebagai “utusan” tuhan)
  39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran. (Siapa saja yang bersedia melaksanakan kebaikan dan juga mau “lelaku” prihatin, kelak akan memperoleh anugrah tuhan)
  40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur. (siapa yang belum paham, lalu menganggap sipat kandel itu sebagai rambu-rambu hidup, yang demikian itu sesungguhnya belum memahami bila di dunia ini ada yang mengatur)
  41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa. (Semua ilmu berasal dari Tuhan yang Mahakuasa)
  42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna. (Siapa yang mengetahui adanya Tuhan, termasuk hidup dalam kesempurnaan).
Kebatinan
  1. Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyung ira. (Lahirnya manusia karena berkat adanya kedua orang tua)
  2. Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran. (Di dalam manusia tedapat sifat-sifat Tuhan)
  3. Titah alus iku ana patang warna, yakuwi kang bisa mrentah manungsa nanging ya bisa mitulungi manungsa, kapindho kang bisa mrentah manungsa nanging ora mitulungi manungsa, katelu kang ora bisa mrentah manungsa nanging bisa mitulungi manungsa, kapat kang ora bisa mrentah manungsa nanging ya ora bisa mrentah manungsa. (Makhluk halus ada empat macam, pertama ; yang bisa memerintah manusia namun bisa juga menolong manusia. Kedua; yang bisa memerintah manusia namun tidak bisa menolong manusia. Ketiga ; yang tidak bisa memerintah manusia namun bisa menolong manusia. Keempat ; yang tidak bisa memerintah anusia namun juga tak bisa diperintah manusia.
  4. Lelembut iku ana rong warna, yakuwi kang nyilakani lan kang mitulungi. (Makhluk halus ada dua macam; yang mencelakai dan yang menolong)
  5. Guru sejati bisa nuduhake endi lelembut sing mitulungi lan endi lelembut kang nyilakani. (Guru Sejati bisa memberikan petunjuk mana makhluk halus yang bisa menolong dan mana yang mencelakakan)
  6. Ketemu Gusti iku lamun sira tansah eling. (“Bertemu” Tuhan dapat dicapai dengan cara selalu eling)
  7. Cakra manggilingan. (Kehidupan manusia akan seperti roda yang selalu berputar, kadang di bawah kadang di atas. Hukum sebab akibat dan memungkinkan terjadi penitisan)
  8. Jaman iku owah gingsir. (Zaman akan selalu mengalami perubahan)
  9. Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mulo iku diarani Gusti iku bagusing ati. (Tuhan berada di dalam hati manusia yang baik, oleh sebab itu disebut Gusti (bagusing ati)
  10. Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran. (Siapa yang mengetahui zat Tuhan berarti mengetahui dirinya sendiri. Sedangkan bagi yang belum memahami jati dirinya sendiri maka tidak mengetahui pula zat Tuhan)
  11. Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini. (Keadaan dunia tidaklah abadi, maka jangan mengagungkan kekayaan dan derajat pangkat, sebab bila sewaktu-waktu terjadi zaman serba berbalik tidak menderita malu)
  12. Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah. (Keadaan yang ada sekarang ini tidak akan berlangsung lama pasti akan mengalami perubahan, maka dari itu janganlah lupa kepada sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan)
  13. Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune. (Bila kamu ingin mengetahui alam di zaman kelanggengan. Kamu harus memahami alam jati diri (jagad alit), bila kamu belum paham jati dirimu, maka akan sulit untuk menemukan (alam kelanggengan)
  14. Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang durung wikan. (Jika kamu sudah memahami jati diri, maka ajarilah orang-orang yang belum memahami)
  15. Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan. (Bila kamu sudah mengetahui sejatinya diri pribadi, tempat zaman kelanggengan itu seumpama dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa jarak)
  16. Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus wikan. (Bila anda belum paham jati diri pribadi, datang dan tanyakan kepada orang yang telah paham)
  17. Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi. (Bila anda belum paham saudaramu yang sejati, carilah hingga ketemu dirimu pribadi)
  18. Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe. (“Saudara sejati” mu tidak berbeda dengan diri pribadimu, bersedia bekerja)
  19. Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi nampa kanugrahaning Gusti. (Pintalah Tuhan bila anda sedang menderita kesengsaraan, pujilah bila anda sedang menerima anugrah)
  20. Lamun sira pribadi wus bisa caturan karo lelembut, mesthi sira ora bakal ngala-ala marang wong kang wus bisa caturan karo lelembut. (Bila anda sudah bisa bercakap-cakap dengan makhluk halus, pasti anda tidak akan menghina dan mencela orang yang sudah bisa bercakap-cakap dengan makhluk halus)
  21. Sing sapa nyembah lelembut iku keliru, jalaran lelembut iku sejatine rowangira, lan ora perlu disembah kaya dene manembah marang Pangeran. (Siapa yang menyembah lelembut adalah tindakan keliru, sebab lelembut sesungguhnya teman mu sendiri)
  22. Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran. (Memahami tuhan berarti sudah memahami diri sendiri, jika belum memahami jati diri, mustahil akan memahami Tuhan)
  23. Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe. (Siapa yang gemar merusak ketentraman orang lain, pasti akan dihukum oleh Tuhan dan dipermalukan oleh perbuatannya sendiri)
  24. Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang Pangeranira, jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan. (Walaupun mengalami zaman susah, namun janganlah lupa mohon ampunan kepada Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan pertolongan)
  25. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira tansah eling. (Tuhan ada di dalam diri pribadi, dapat anda ketemukan dengan cara selalu eling)
Filsafat Kemanusiaan
  1. Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana. (Giat bekerja/membantu dengan tanpa pamrih, memelihara alam semesta /mengendalikan nafsu)
  2. Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane. (Manusia sekedar menjalani apa adanya, seumpama wayang)
  3. Ati suci marganing rahayu. (Hati yang suci menjadi jalan menuju keselamatan jiwa dan raga)
  4. Ngelmu kang nyata, karya reseping ati. (Ilmu yang sejati, membuat tenteram di hati)
  5. Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi. (Menghayati perilaku mulia dengan budi pekerti luhur)
  6. Jer basuki mawa beya. (Setiap usaha memerlukan beaya)
  7. Ala lan becik dumunung ana awake dhewe. (Kejahatan dan kebaikan terletak di dalam diri pribadi)
  8. Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iku kaya kewan. (Siapa yang lupa akan amal baik orang lain, bagaikan binatang)
  9. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning ati, darbe sipat berbudi bawaleksana. (Ciri khas orang mulia yakni, perbuatan dan sikap batinnya halus , tutur kata yang santun, lapang dada, dan mempunyai sikap wibawa luhur budi pekertinya)
  10. Ngunduh wohing pakarti. (Orang dapat menerima akibat dari ulahnya sendiri)
  11. Ajining dhiri saka lathi lan budi. (Berharganya diri pribadi tergantung ucapan dan akhlaknya)
  12. Sing sapa weruh sadurunge winarah lan diakoni sepadha-padhaning tumitah iku kalebu utusaning Pangeran. (Siapa yang mengetahui sebelum terjadi dan diakui sesama manusia, ia termasuk utusan tuhan)
  13. Sing sapa durung wikan anane jaman kelanggengan iku, aja ngaku dadi janma linuwih. (Siapa yang belum paham adanya zaman keabadian, jangan mengaku menjadi orang linuwih)
  14. Tentrem iku saranane urip aneng donya. (Ketenteraman adalah sarana menjalani kehidupan di dunia)
  15. Yitna yuwana lena kena. (Eling waspdha akan selamat, yang lengah akan celaka)
  16. Ala ketara becik ketitik. (Yang jahat maupun yang baik pasti akan terungkap juga)
  17. Dalane waskitha saka niteni. (Cara agar menjadi awas, adalah berawal dari sikap cermat dan teliti)
  18. Janma tan kena kinira kinaya ngapa. (Manusia sulit diduga dan dikira)
  19. Tumrap wong lumuh lan keset iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara. (Bagi manusia, fakir dan malas menjadi bisa/racun, makanan yang tak bisa hancur dapat disebut sebagai bisa/racun, sebab hanya akan menimbulkan penyakit)
  20. Klabang iku wisane ana ing sirah. Kalajengking iku wisane mung ana pucuk buntut. Yen ula mung dumunung ana ula kang duwe wisa. Nanging durjana wisane dumunung ana ing sekujur badan. (Racun bisa Lipan terletak di kepala, racun bisa kalajengking ada di ujung ekor, racun bisa ular hanya ada pada ular yang berbisa, namun manusia durjana racun bisanya ada di sekujur badan)
  21. Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana. (Nyala api panasnya melebihi panas matahari, namun demikian umpama panas dilipatgandakan, masih kalah panas daripada ucapan orang durjana)
  22. Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe. (Bagi orang linuwih selalu berupaya menjaga keselamatan untuk sesama, yang keluar dari niat suci diri pribadi)
  23. Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati, kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang. (Ucapan itu dapat menjadi sarana kebaikan, sebaliknya ucapan bisa pula menyebabkan kematian, kesengsaraan. Ucapan bisa menjadi penyebab menanggung malu)
  24. Sing bisa gawe mendem iku: 1) rupa endah; 2) bandha, 3) dharah luhur; 4) enom umure. Arak lan kekenthelan uga gawe mendem sadhengah wong. Yen ana wong sugih, endah warnane, akeh kapinterane, tumpuk-tumpuk bandhane, luhur dharah lan isih enom umure, mangka ora mendem, yakuwi aran wong linuwih. (Penyebab orang menjadi lupa diri adalah : gemerlap hidup, harta, kehormatan, darah muda. Arak dan minuman juga membuat mabuk sementara orang. Namun bila ada orang kaya, tampan rupawan, banyak kepandaiannya, hartanya melimpah, terhormat, dan masih muda usia, namun semua itu tidak membuat lupa diri, itulah orang linuwih)
  25. Sing sapa lena bakal cilaka. (Siapa terlena akan celaka)
  26. Mulat salira, tansah eling kalawan waspada. (Jadi orang harus selalu mawas diri, eling dan waspadha)
  27. Andhap asor. (Bersikap sopan dan santun)
  28. Sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada. (Seberuntungnya orang lupa diri, masih lebih beruntung orang yang eling dan waspadha)
  29. Sing sapa salah seleh. (Siapapun yang bersalah akan menanggung celaka)
  30. Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. (Bertanding tanpa bala bantuan)
  31. Sugih ora nyimpen. (Orang kaya namun dermawan)
  32. Sekti tanpa maguru. (Sakti tanpa berguru, alias dengan menjalani laku prihatin yang panjang)
  33. Menang tanpa ngasorake. (Menang tanpa menghina)
  34. Rawe-rawe rantas malang-malang putung. (Yang mengganggu akan lebur, yang menghalangi akan hancur)
  35. Mumpung anom ngudiya laku utama. (Selagi muda berusahalah selalu berbuat baik)
  36. Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal ilang lan ora kelingan. (Jika kamu menerima kebaikan orang lain, tulislah di atas batu supaya tidak hilang dari ingatan. Namun bila kamu berbuat baik kepada orang lain hendaknya ditulis di atas tanah, supaya segera hilang dari ingatan)
  37. Sing sapa temen tinemu. (Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)
  38. Melik nggendhong lali. (Pamrih menyebabkan lupa diri)
  39. Kudu sentosa ing budi. (Harus selamat ke dalam jiwa)
  40. Sing prasaja. (Menjadi orang harus bersikap sabar)
  41. Balilu tau pinter durung nglakoni. (Orang bodoh yang sering mempraktekan, kalah pandai dengan orang pinter namun belum pernah mempraktekan)
  42. Tumindak kanthi duga lan prayogo. (Bertindak dengan penuh hati-hati dan teliti/tidak sembrono)
  43. Percaya marang dhiri pribadi. (Bersikaplah percaya diri)
  44. Nandur kebecikan. (Tanamlah selalu kebaikan)
  45. Janma linuwih iku bisa nyumurupi anane jaman kelanggengan tanpa ngalami pralaya dhisik. (Manusia linuwih adalah dapat mengetahui adanya zaman keabadian tanpa harus mati lebih dulu)
  46. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran. (Siapa yang hanya mengakui hal-hal kasat mata saja, itulah orang yang belum memahami sejatinya Tuhan)
  47. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking. (Bila anda mendapat anugrah ilmu yang membuat banyak orang senang, janganlah kamu merasa pintar, sebab apabila Tuhan mengambil lagi ilmu yang menyebabkan anda terkenal itu, anda akan menjadi orang biasa lagi, malah lebih bermanfaat daun yang kering)
  48. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake. (Barang siapa gemar membuat orang lain bahagia, anda akan mendapatkankan balasan yang lebih besar dari apa yang telah anda lakukan)

Dalam menghadapi kehidupan yang semakin tidak menentu ini, mungkin ada baiknya kalau kita mencoba merenung, menggali kembali ajaran-ajaran bijak generasi pendahulu kita yang mungkin akan sangat berguna bagi kehidupan masyarakat sekarang ini. Ajaran yang bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bisa bermanfaat bagi siapapun yang ingin mempelajarinya.
“SURODIRO JOYONINGRAT, LEBUR DENING PANGASTUTI”
Semua Keberanian, Kekuatan, Kejayaan, dan Kemewahan yang ada di dalam diri manusia akan dikalahkan oleh Kebijaksanaan, Kasih Sayang, dan Kebaikan yang ada di sisi lain dari manusia itu sendiri.
Suro = Keberanian.
Dalam diri manusia, mempunyai sifat keberanian. Entah itu berani karena benar, berani karena jaga image, berani karena sok jago atau berani yang lain. Sifat ini sangat sebenarnya bagus tapi kalau sudah melanggar dari aturan-aturan ya sama aja boong.
Diro = Kekuatan.
Manusia mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Apalagi bila dalam keadaan terdesak maka kekuatan yang akan timbul bisa lebih besar lagi dari biasanya. Akan tetapi, sekarang ini banyak manusia yang hanya mengandalkan kekuatannya sehingga menimbulkan kerusakan dimana-mana. Hal ini nantinya akan berdampak kurang baik bagi siapapun juga termasuk yang menggunakan kekuatan secara berlebihan.
Joyo = Kejayaan.
Sebagian dari kita mungkin pernah merasakan bagaimana rasanya apabila kita selalu menjadi yang terdepan, kita selalu menjadi yang terbaik diantara yang lainnya. Nantinya apabila ini menjadi berlebihan maka kita akan menjadi sombong, pongah, dan menjadi manusia yang tidak ingin kalah. Bukankah mengalah tidak selamanya kalah?
Ningrat = bergelimang dengan kenikmatan duniawi
Ningrat disini mungkin bisa diartikan bahwa kita berkecukupan namun itu tidak menjadikan kita sebagai manusia yang rendah hati. Kita menjadi takabur akan kemewahan yang kita miliki sehingga melupakan yang lainnya.
Lebur = Hancur, Musnah
Lebur artinya dilebur atau dimusnahkan atau dihancurkan. Ini mempunyai arti sesuatu yang nantinya akan dihancurkan.
Dening = Dengan
Pangastuti = Kebijaksanaan, Kasih Sayang, Kebaikan
Kata-kata yang mendasari kalimat “Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti” ternyata semuanya mengandung sifat-sifat yang ada di dalam diri manusia. Bila dicermati lagi, disitu kita berada dalam posisi yang selalu di atas angin, menang sendiri.
Prinsip Hidup setia hati
  1. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
  2. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).
  3. Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli (Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih; Cepat tanpa harus mendahului; Tinggi tanpa harus melebihi)
  4. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman. (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).
  5. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).
  6. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka, Sing Was-was Tiwas (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah;Jjangan suka berbuat curang agar tidak celaka; dan Barang siapa yang ragu-ragu akan binasa atau merugi).
  7. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).
  8. Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti).
  9. Sing Sabar lan Ngalah Dadi kekasih Allah (Yang sabar dan mengalah akan jadi kekasih Allah).
  10. Sing Prihatin Bakal Memimpin (Siapa berani hidup prihatin akan menjadi satria, pejuang dan pemimpin).
  11. Sing Resik Uripe Bakal Mulya (Siapa yang bersih hidupnya akan hidup mulya).
  12. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat).
  13. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (Keberanian, kekuatan dan kekuasaan dapat ditundukkan oleh sikap yang lemah lembut).
  14. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
  15. Jer basuki mawa beya. (Keberhasilan seseorang diperoleh dengan pengorbanan)
  16. Amemangun karyenak tyasing sesama.(Membuat enaknya perasaan orang lain)
  17. Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning pasthi.(Gejolak jiwa tidak bisa merubah kepastian)
  18. Budi dayane manungsa ora bisa ngungkuli garise Kang Kuwasa.(Sekuat usaha manusia tidak akan bisa mengatasi takdir Yang Maha Kuasa)
  19. Tan ngendhak gunaning janma.(Tidak merendahkan kepandaian manusia)
  20. Mangan orang mangan waton kumpul.(Menunjukkan yang penting itu kumpul, bukan sekadar kumpul, tetapi kerukunannya. Demi kerukunan kita harus melakukan apa pun. Kalau perlu sampai tidak makan. Jadi, bukannya pengertian makannya yang dikedepankan.)
Dasar-dasar Falsafah Hidup
Hanggayuh Kasampurnaning Hurip, Bèrbudi Bawaleksana, Ngudi Sejatining Becik
Ketuhanan
  1. Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine, dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe. (Tuhan itu tunggal, ada di mana-mana, yang menciptakan jagad raya seisinya, disembah seluruh manusia sejagad dengan caranya masing-masing)
  2. Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran. (Tuhan ada di mana saja, di dalam dirimu juga ada, namun kamu jangan berani mengaku sebagai Tuhan)
  3. Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan. (Tuhan itu berada jauh namun tidak ada jarak, dekat tidak bersentuhan)
  4. Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi. (Tuhan itu abadi dan tak bisa diperumpamakan, menjadi asal dan tujuan kehidupan)
  5. Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran. (Tuhan itu bisa mewujud namun perwujudannya bukan Tuhan)
  6. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata. (Tuhan berkuasa tanpa alat dan pembantu, mencipta alam dan seluruh isinya, yang tampak dan tidak tampak)
  7. Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane. (Tuhan itu tidak membeda-bedakan (pilih kasih) kepada seluruh umat manusia)
  8. Pangeran iku maha welas lan maha asih, hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran. (Tuhan Maha Belas-Kasih, bumi terpelihara berkat anugrah Tuhan)
  9. Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake. (Tuhan itu Mahakuasa, takdir ditentukan atas kehendak Tuhan, tiada yang bisa membatalkan kehendak Tuhan)
  10. Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran. (Kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan)
  11. Pangeran iku ora sare. (Tuhan tidak pernah tidur)
  12. Beda-beda pandumaning dumadi. (Tuhan membagi anugrah yang berbeda-beda)
  13. Pasrah marang Pangeran iku ora ateges ora gelem nyambut gawe, nanging percaya yen Pangeran iku maha Kuwasa. Dene kasil orane apa kang kita tuju kuwi saka karsaning Pangeran. (Pasrah kepada Tuhan bukan berarti enggan bekerja, namun percaya bahwa Tuhan Menentukan)
  14. Pangeran nitahake sira iku lantaran biyung ira, mulo kudu ngurmat biyung ira. (Tuhan mencipta manusia dengan media ibumu, oleh sebab itu hormatilah ibumu)
  15. Sing bisa dadi utusaning Pangeran iku ora mung jalma manungsa wae. (Yang bisa menjadi utusan Tuhan bukan hanya manusia saja)
  16. Purwa madya wasana. (zaman awal/ sunyaruri, zaman tengah/ mercapada, zaman akhir/ keabadian)
  17. Owah gingsiring kahanan iku saka karsaning Pangeran kang murbeng jagad. (Berubahnya keadaan itu atas kehendak Tuhan yang mencipta alam)
  18. Ora ana kasekten sing madhani pepesthen awit pepesthen iku wis ora ana sing bisa murungake. (Tak ada kesaktian yang menyamai takdir Tuhan, sebab takdir itu tidak ada yang bisa membatalkan)
  19. Bener kang asale saka Pangeran iku lamun ora darbe sipat angkara murka lan seneng gawe sangsaraning liyan. (Bener yang menurut Tuhan itu bila tidak memiliki sifat angkara murka dan gemar membuat kesengsaraan orang lain)
  20. Ing donya iki ana rong warna sing diarani bener, yakuwi bener mungguhing Pangeran lan bener saka kang lagi kuwasa. (Kebenaran di dunia ada dua macam, yakni benar menurut Tuhan dan benar menurut penguasa)
  21. Bener saka kang lagi kuwasa iku uga ana rong warna, yakuwi kang cocok karo benering Pangeran lan kang ora cocok karo benering Pangeran. (Benar menurut penguasa juga memiliki dua macam jenis yakni cocok dengan kebenaran menurut Tuhan dan tidak cocok dengan kebenaran Tuhan)
  22. Yen cocok karo benering Pangeran iku ateges bathara ngejawantah, nanging yen ora cocok karo benering Pangeran iku ateges titisaning brahala. (Kebenaran yang sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, itu berarti tuhan yang mewujud, namun bila tidak sesuai dengan kebenaran menurut Tuhan, berarti penjelmaan angkara)
  23. Pangeran iku dudu dewa utawa manungsa, nanging sakabehing kang ana iki uga dewa lan manungsa asale saka Pangeran. (Tuhan itu bukan dewa atau manusia, namun segala yang Ada (dewa dan manusia) adanya berasal dari Tuhan.
  24. Ala lan becik iku gandengane, kabeh kuwi saka karsaning Pangeran. (Keburukan dan kebaikan merupakan satu kesatuan, semua itu sudah menjadi rumus/kehendak Tuhan)
  25. Manungsa iku saka dating Pangeran mula uga darbe sipating Pangeran. (Manusia berasal dari zat Tuhan, maka manusia memiliki sifat-sifat Tuhan)
  26. Pangeran iku ora ana sing Padha, mula aja nggambar-nggambarake wujuding Pangeran. (Tidak ada yang menyerupai Tuhan, maka janganlah melukiskan dan menggambarkan wujud tuhan)
  27. Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, mula saka kuwi aja darbe pangira yen manungsa iku bisa dadi wakiling Pangeran. (Tuhan berkuasa tanpa perlu pembantu, maka jangan menganggap manusia menjadi wakil Tuhan di bumi)
  28. Pangeran iku kuwasa, dene manungsa iku bisa. (Tuhan itu Mahakuasa, sementara itu manusia hanyalah bisa)
  29. Pangeran iku bisa ngowahi kahanan apa wae tan kena kinaya ngapa. (Tuhan mampu merubah keadaan apa saja tanpa bisa dibayangkan/perumpamakan)
  30. Pangeran bisa ngrusak kahanan kang wis ora diperlokake, lan bisa gawe kahanan anyar kang diperlokake. (Tuhan mampu merusak keadaan yang tidak diperlukan lagi, dan bisa membuat keadaan baru yang diperlukan)
  31. Watu kayu iku darbe dating Pangeran, nanging dudu Pangeran. (Batu dan kayu adalah milik zat Tuhan, namun bukanlah Tuhan)
  32. Manungsa iku bisa kadunungan dating Pangeran, nanging aja darbe pangira yen manungsa mau bisa diarani Pangeran. (Di dalam manusia dapat bersemayam zat tuhan, akan tetapi jangan merasa bila manusia boleh disebut Tuhan)
  33. Titah alus lan titah kasat mata iku kabeh saka Pangeran, mula aja nyembah titah alus nanging aja ngina titah alus. (Makhluk halus dan makhluk kasar/wadag semuanya berasal dari tuhan, maka dari itu jangan menyembah makhluk halus, namun juga jangan menghina makluk halus)
  34. Samubarang kang katon iki kalebu titah kang kasat mata, dene liyane kalebu titah alus. (Semua yang tampak oleh mata termasuk makhluk kasat mata, sedangkan lainnya termasuk makhluk halus)
  35. Pangeran iku menangake manungsa senajan kaya ngapa. (Tuhan memenangkan manusia walaupun seperti apa manusia itu)
  36. Pangeran maringi kawruh marang manungsa bab anane titah alus mau. (Tuhan memberikan pengetahuan kepada manusia tentang eksistensi makhluk halus)
  37. Titah alus iku ora bisa dadi manungsa lamun manungsa dhewe ora darbe penyuwun marang Pangeran supaya titah alus mau ngejawantah. (Makhluk halus tidak bisa menjadi manusia bila manusia tidak punya permohonan kepada Tuhan agar makhluk halus menampakkan diri)
  38. Sing sapa wani ngowahi kahanan kang lagi ana, iku dudu sadhengah wong, nanging minangka utusaning Pangeran. (Siapa yang berani merubah keadaan yang terjadi, bukanlah sembarang orang, namun sebagai “utusan” tuhan)
  39. Sing sapa gelem nglakoni kabecikan lan ugo gelem lelaku, ing tembe bakal tampa kanugrahaning Pangeran. (Siapa saja yang bersedia melaksanakan kebaikan dan juga mau “lelaku” prihatin, kelak akan memperoleh anugrah tuhan)
  40. Sing sapa durung ngerti lamun piyandel iku kanggo pathokaning urip, iku sejatine durung ngerti lamun ana ing donyo iki ono sing ngatur. (siapa yang belum paham, lalu menganggap sipat kandel itu sebagai rambu-rambu hidup, yang demikian itu sesungguhnya belum memahami bila di dunia ini ada yang mengatur)
  41. Sakabehing ngelmu iku asale saka Pangeran kang Mahakuwasa. (Semua ilmu berasal dari Tuhan yang Mahakuasa)
  42. Sing sapa mikani anane Pangeran, kalebu urip kang sempurna. (Siapa yang mengetahui adanya Tuhan, termasuk hidup dalam kesempurnaan).
Kebatinan
  1. Dumadining sira iku lantaran anane bapa biyung ira. (Lahirnya manusia karena berkat adanya kedua orang tua)
  2. Manungsa iku kanggonan sipating Pangeran. (Di dalam manusia tedapat sifat-sifat Tuhan)
  3. Titah alus iku ana patang warna, yakuwi kang bisa mrentah manungsa nanging ya bisa mitulungi manungsa, kapindho kang bisa mrentah manungsa nanging ora mitulungi manungsa, katelu kang ora bisa mrentah manungsa nanging bisa mitulungi manungsa, kapat kang ora bisa mrentah manungsa nanging ya ora bisa mrentah manungsa. (Makhluk halus ada empat macam, pertama ; yang bisa memerintah manusia namun bisa juga menolong manusia. Kedua; yang bisa memerintah manusia namun tidak bisa menolong manusia. Ketiga ; yang tidak bisa memerintah manusia namun bisa menolong manusia. Keempat ; yang tidak bisa memerintah anusia namun juga tak bisa diperintah manusia.
  4. Lelembut iku ana rong warna, yakuwi kang nyilakani lan kang mitulungi. (Makhluk halus ada dua macam; yang mencelakai dan yang menolong)
  5. Guru sejati bisa nuduhake endi lelembut sing mitulungi lan endi lelembut kang nyilakani. (Guru Sejati bisa memberikan petunjuk mana makhluk halus yang bisa menolong dan mana yang mencelakakan)
  6. Ketemu Gusti iku lamun sira tansah eling. (“Bertemu” Tuhan dapat dicapai dengan cara selalu eling)
  7. Cakra manggilingan. (Kehidupan manusia akan seperti roda yang selalu berputar, kadang di bawah kadang di atas. Hukum sebab akibat dan memungkinkan terjadi penitisan)
  8. Jaman iku owah gingsir. (Zaman akan selalu mengalami perubahan)
  9. Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mulo iku diarani Gusti iku bagusing ati. (Tuhan berada di dalam hati manusia yang baik, oleh sebab itu disebut Gusti (bagusing ati)
  10. Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran. (Siapa yang mengetahui zat Tuhan berarti mengetahui dirinya sendiri. Sedangkan bagi yang belum memahami jati dirinya sendiri maka tidak mengetahui pula zat Tuhan)
  11. Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini. (Keadaan dunia tidaklah abadi, maka jangan mengagungkan kekayaan dan derajat pangkat, sebab bila sewaktu-waktu terjadi zaman serba berbalik tidak menderita malu)
  12. Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah. (Keadaan yang ada sekarang ini tidak akan berlangsung lama pasti akan mengalami perubahan, maka dari itu janganlah lupa kepada sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan)
  13. Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune. (Bila kamu ingin mengetahui alam di zaman kelanggengan. Kamu harus memahami alam jati diri (jagad alit), bila kamu belum paham jati dirimu, maka akan sulit untuk menemukan (alam kelanggengan)
  14. Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang durung wikan. (Jika kamu sudah memahami jati diri, maka ajarilah orang-orang yang belum memahami)
  15. Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan. (Bila kamu sudah mengetahui sejatinya diri pribadi, tempat zaman kelanggengan itu seumpama dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa jarak)
  16. Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus wikan. (Bila anda belum paham jati diri pribadi, datang dan tanyakan kepada orang yang telah paham)
  17. Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi. (Bila anda belum paham saudaramu yang sejati, carilah hingga ketemu dirimu pribadi)
  18. Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe. (“Saudara sejati” mu tidak berbeda dengan diri pribadimu, bersedia bekerja)
  19. Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi nampa kanugrahaning Gusti. (Pintalah Tuhan bila anda sedang menderita kesengsaraan, pujilah bila anda sedang menerima anugrah)
  20. Lamun sira pribadi wus bisa caturan karo lelembut, mesthi sira ora bakal ngala-ala marang wong kang wus bisa caturan karo lelembut. (Bila anda sudah bisa bercakap-cakap dengan makhluk halus, pasti anda tidak akan menghina dan mencela orang yang sudah bisa bercakap-cakap dengan makhluk halus)
  21. Sing sapa nyembah lelembut iku keliru, jalaran lelembut iku sejatine rowangira, lan ora perlu disembah kaya dene manembah marang Pangeran. (Siapa yang menyembah lelembut adalah tindakan keliru, sebab lelembut sesungguhnya teman mu sendiri)
  22. Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran. (Memahami tuhan berarti sudah memahami diri sendiri, jika belum memahami jati diri, mustahil akan memahami Tuhan)
  23. Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe. (Siapa yang gemar merusak ketentraman orang lain, pasti akan dihukum oleh Tuhan dan dipermalukan oleh perbuatannya sendiri)
  24. Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang Pangeranira, jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan. (Walaupun mengalami zaman susah, namun janganlah lupa mohon ampunan kepada Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan pertolongan)
  25. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira tansah eling. (Tuhan ada di dalam diri pribadi, dapat anda ketemukan dengan cara selalu eling)
Filsafat Kemanusiaan
  1. Rame ing gawe sepi ing pamrih, memayu hayuning bawana. (Giat bekerja/membantu dengan tanpa pamrih, memelihara alam semesta /mengendalikan nafsu)
  2. Manungsa sadrema nglakoni, kadya wayang umpamane. (Manusia sekedar menjalani apa adanya, seumpama wayang)
  3. Ati suci marganing rahayu. (Hati yang suci menjadi jalan menuju keselamatan jiwa dan raga)
  4. Ngelmu kang nyata, karya reseping ati. (Ilmu yang sejati, membuat tenteram di hati)
  5. Ngudi laku utama kanthi sentosa ing budi. (Menghayati perilaku mulia dengan budi pekerti luhur)
  6. Jer basuki mawa beya. (Setiap usaha memerlukan beaya)
  7. Ala lan becik dumunung ana awake dhewe. (Kejahatan dan kebaikan terletak di dalam diri pribadi)
  8. Sing sapa lali marang kebecikaning liyan, iku kaya kewan. (Siapa yang lupa akan amal baik orang lain, bagaikan binatang)
  9. Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi bahasane lan legawaning ati, darbe sipat berbudi bawaleksana. (Ciri khas orang mulia yakni, perbuatan dan sikap batinnya halus , tutur kata yang santun, lapang dada, dan mempunyai sikap wibawa luhur budi pekertinya)
  10. Ngunduh wohing pakarti. (Orang dapat menerima akibat dari ulahnya sendiri)
  11. Ajining dhiri saka lathi lan budi. (Berharganya diri pribadi tergantung ucapan dan akhlaknya)
  12. Sing sapa weruh sadurunge winarah lan diakoni sepadha-padhaning tumitah iku kalebu utusaning Pangeran. (Siapa yang mengetahui sebelum terjadi dan diakui sesama manusia, ia termasuk utusan tuhan)
  13. Sing sapa durung wikan anane jaman kelanggengan iku, aja ngaku dadi janma linuwih. (Siapa yang belum paham adanya zaman keabadian, jangan mengaku menjadi orang linuwih)
  14. Tentrem iku saranane urip aneng donya. (Ketenteraman adalah sarana menjalani kehidupan di dunia)
  15. Yitna yuwana lena kena. (Eling waspdha akan selamat, yang lengah akan celaka)
  16. Ala ketara becik ketitik. (Yang jahat maupun yang baik pasti akan terungkap juga)
  17. Dalane waskitha saka niteni. (Cara agar menjadi awas, adalah berawal dari sikap cermat dan teliti)
  18. Janma tan kena kinira kinaya ngapa. (Manusia sulit diduga dan dikira)
  19. Tumrap wong lumuh lan keset iku prasasat wisa, pangan kang ora bisa ajur iku kena diarani wisa, jalaran mung bakal nuwuhake lelara. (Bagi manusia, fakir dan malas menjadi bisa/racun, makanan yang tak bisa hancur dapat disebut sebagai bisa/racun, sebab hanya akan menimbulkan penyakit)
  20. Klabang iku wisane ana ing sirah. Kalajengking iku wisane mung ana pucuk buntut. Yen ula mung dumunung ana ula kang duwe wisa. Nanging durjana wisane dumunung ana ing sekujur badan. (Racun bisa Lipan terletak di kepala, racun bisa kalajengking ada di ujung ekor, racun bisa ular hanya ada pada ular yang berbisa, namun manusia durjana racun bisanya ada di sekujur badan)
  21. Geni murub iku panase ngluwihi panase srengenge, ewa dene umpama ditikelake loro, isih kalah panas tinimbang guneme durjana. (Nyala api panasnya melebihi panas matahari, namun demikian umpama panas dilipatgandakan, masih kalah panas daripada ucapan orang durjana)
  22. Tumprape wong linuwih tansah ngundi keslametaning liyan, metu saka atine dhewe. (Bagi orang linuwih selalu berupaya menjaga keselamatan untuk sesama, yang keluar dari niat suci diri pribadi)
  23. Pangucap iku bisa dadi jalaran kebecikan. Pangucap uga dadi jalaraning pati, kesangsaran, pamitran. Pangucap uga dadi jalaraning wirang. (Ucapan itu dapat menjadi sarana kebaikan, sebaliknya ucapan bisa pula menyebabkan kematian, kesengsaraan. Ucapan bisa menjadi penyebab menanggung malu)
  24. Sing bisa gawe mendem iku: 1) rupa endah; 2) bandha, 3) dharah luhur; 4) enom umure. Arak lan kekenthelan uga gawe mendem sadhengah wong. Yen ana wong sugih, endah warnane, akeh kapinterane, tumpuk-tumpuk bandhane, luhur dharah lan isih enom umure, mangka ora mendem, yakuwi aran wong linuwih. (Penyebab orang menjadi lupa diri adalah : gemerlap hidup, harta, kehormatan, darah muda. Arak dan minuman juga membuat mabuk sementara orang. Namun bila ada orang kaya, tampan rupawan, banyak kepandaiannya, hartanya melimpah, terhormat, dan masih muda usia, namun semua itu tidak membuat lupa diri, itulah orang linuwih)
  25. Sing sapa lena bakal cilaka. (Siapa terlena akan celaka)
  26. Mulat salira, tansah eling kalawan waspada. (Jadi orang harus selalu mawas diri, eling dan waspadha)
  27. Andhap asor. (Bersikap sopan dan santun)
  28. Sakbegja-begjane kang lali luwih begja kang eling klawan waspada. (Seberuntungnya orang lupa diri, masih lebih beruntung orang yang eling dan waspadha)
  29. Sing sapa salah seleh. (Siapapun yang bersalah akan menanggung celaka)
  30. Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. (Bertanding tanpa bala bantuan)
  31. Sugih ora nyimpen. (Orang kaya namun dermawan)
  32. Sekti tanpa maguru. (Sakti tanpa berguru, alias dengan menjalani laku prihatin yang panjang)
  33. Menang tanpa ngasorake. (Menang tanpa menghina)
  34. Rawe-rawe rantas malang-malang putung. (Yang mengganggu akan lebur, yang menghalangi akan hancur)
  35. Mumpung anom ngudiya laku utama. (Selagi muda berusahalah selalu berbuat baik)
  36. Yen sira dibeciki ing liyan, tulisen ing watu, supaya ora ilang lan tansah kelingan. Yen sira gawe kebecikan marang liyan tulisen ing lemah, supaya enggal ilang lan ora kelingan. (Jika kamu menerima kebaikan orang lain, tulislah di atas batu supaya tidak hilang dari ingatan. Namun bila kamu berbuat baik kepada orang lain hendaknya ditulis di atas tanah, supaya segera hilang dari ingatan)
  37. Sing sapa temen tinemu. (Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil)
  38. Melik nggendhong lali. (Pamrih menyebabkan lupa diri)
  39. Kudu sentosa ing budi. (Harus selamat ke dalam jiwa)
  40. Sing prasaja. (Menjadi orang harus bersikap sabar)
  41. Balilu tau pinter durung nglakoni. (Orang bodoh yang sering mempraktekan, kalah pandai dengan orang pinter namun belum pernah mempraktekan)
  42. Tumindak kanthi duga lan prayogo. (Bertindak dengan penuh hati-hati dan teliti/tidak sembrono)
  43. Percaya marang dhiri pribadi. (Bersikaplah percaya diri)
  44. Nandur kebecikan. (Tanamlah selalu kebaikan)
  45. Janma linuwih iku bisa nyumurupi anane jaman kelanggengan tanpa ngalami pralaya dhisik. (Manusia linuwih adalah dapat mengetahui adanya zaman keabadian tanpa harus mati lebih dulu)
  46. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran. (Siapa yang hanya mengakui hal-hal kasat mata saja, itulah orang yang belum memahami sejatinya Tuhan)
  47. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking. (Bila anda mendapat anugrah ilmu yang membuat banyak orang senang, janganlah kamu merasa pintar, sebab apabila Tuhan mengambil lagi ilmu yang menyebabkan anda terkenal itu, anda akan menjadi orang biasa lagi, malah lebih bermanfaat daun yang kering)
  48. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh wales kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake. (Barang siapa gemar membuat orang lain bahagia, anda akan mendapatkankan balasan yang lebih besar dari apa yang telah anda lakukan).

Related Posts Plugin for 
WordPress, Blogger...