Friday, August 5, 2011

NGT

LAPORAN PRAKTIK ETIKA DALAM PEMASANGAN NGT TIDAK MENGGUNAKAN PERINSIP STERIL DI RUANGAN “D” RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “X”

LAPORAN PRAKTIK ETIKA

DALAM PEMASANGAN NGT TIDAK MENGGUNAKAN PERINSIP STERIL DI RUANGAN “D” RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH “X”

                                                                                                           

DISUSUN OLEH :

AHAMAD IRFANKHAN HAMIM SUTOPO

1509003

PENDAHULUAN

                               I.            TUJUAN

A         TUJUAN UMUM

Mahasiswa Akademi Keperawatan YKY semester II tahun Akademi 2009/2010 mampu memahami dan mengintegrasikan konsep pelanggaran etika ketika dalam memberikan asuhan keperawatan kebutuhan dasar manusia kepada kelien dengan benar.

                                                                                                    

B          TUJUAN KHUSUS

Mahasiswa Akademi Keperawatan YKY semester II tahun Akademi 2009/2010 mampu menerapkan prinsip etika keperawatan dalam pemberian kebutuhan dasar manusia terutama dalam tindakan yang harus menggunakan prinsip steril yang baik dan benar.



BAB I

TINJAUAN KASUS

Selama mengikuti praktik kebutuhan dasar manusia di bangsal Dahlia dirumah Sakit Umum Daerah “X” yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur yang sering disebut pelanggaran kode etik, yaitu tidak mengunaakan prinsip steril dan berulang-ulang pada pasien. kebiasaan ini sering dilakukan pada saat penulis praktik dirumah sakit tersebut. Sebenaranya perawat mengetahui bahwa dalam pkonteks ini tidak menggunakan prinsip sterilisasi secara berulang melangar teori dan prinsip keperawatan. Dalan hal ini masalah ekonomi sebagai faktor utama penyebab pelanggaran kode etik keperawatan ini.

            Tindakan keperawatan tidak menggunakan rinsip setrilisasi secara berulang ini hanya dilakukan di bangsal Dahlia bansal lainya kemungkinan tidak memberlakukun tindakan ini. Hal ini disebabkan pasien di bangsasl Dahlia kebanyakan menggunakan keringanan-keringanan seperti memakai Jamkesmas, Jamkesos, Jmkesda, Jamsostek, Askes PNS, dan lain-lain. Pasien yang dirawat juga memiliki penyakit yang dapat digolongkan sebagai penyakit parah seperti kankr, tumor, jantung, gizi buruk dan lain-lain. Hal ini tentu saja memerlukan pengobatan dan terapi penyakit dengan mengeluarakan biaya yang tidak sedikit sedangkan pasien banyak menggunakan kartu jaminan atau keringanan. Jaminan atau keringanan ini tidak langsung dapat diacairkan pemerintah kerumah sakit yang menangani pasien pengguna pelayanan jaminan atau keringanan. Hal ini tentu saja pihak rumah sakit mengalami kerugian. Semakin banyak orang menggunaka jaminan kesehatan, pihak rumah sakit akan semakin rugi.

            Melihat dari situasi tersebut perawat mengambil inisiatif tidak menggunakan prinsip steril. Hal ini tidak diketahui oleh pihak pasien, padahal tidak menggunakan prinsip steril mengambil hak pasien untuk memperoleh mutu terbaik rumah sakit dan perlindungan rumah sakit. (Notoatmodjo, 2003)

            Setiap hari perawat dibangsal Dahlia hanya menyediakan 1 (satu) slang NGT sehingga apabila dala pemasangan NGT gagal hanya dilapkan saja disepri tempat ditur pasien. Tindakan ini sebenarnya diketahui oleh pihak keluaraga pasien hanya saja dari pihak keluarga tidak mengerti bahwa harus steril ketika dipasangkan di pasien.  

Kamis tanggal 18 Juli 2010 diruangan Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah ”W”, Yogyakarta. Pada saat penulis mengikuti praktek klinik Kebutuhan Dasar Manusia banyak terdapt pelanggaran kode etik yang tidak sesuai dengan perosedur dan dilakukan oleh petugas keshatan setempat. Sebagai cotoh pelanggaran yang terjadi pada saat pemasangan NGT yang tidak menggunakan prinip steril pada pasien

Nama               :           “An H.K”

Umur               :           14 bulan

Diagnosa         :           Gizi Buruk, Febris dan Bronchopenemon (BRPN)

Bangsal           :           Dahlia

Kamar             :           4 (empat)

Pelanggaran kode etik yang dilkukan adalah ketika pemasangan NGT pada pasien “An H.K” tidak menggunakan prinsip steril ketika slang NGT dimasukan melalui hidung lalu slang keluar melalui mulut. Slang tersebut kotor karema habis dimasukan kedalam mulut, namun tidak dilap menggunakan tisue atau cairan desinfektan melainkan hanya dilap diseprai tempat tidur pasien, padahal seprai tersebut belum diganti selama 5 hari.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menggunakan prinsip steril sangat dianjurkan karena salah satu keperihatinan global terbesar adalah penyebaran infeksi yang diakibatkan oleh minimnya pengetahuan tentang prinsip sterilisasi di fasilitas pelayanan kesehatan, pelataihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalaian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penulara infeksi melalui darah dan tidak menggunakan prinsip steril yang secara aman dianjurkan. (KKP-RS,2007)

Penularan penyakit melalui darah dan cairan tubuh adalah alasan yang masuk akal untuk diadakan kegiatan cara menggunakan prinsip sterilsasi yang baik dan benar. Banyak petugas tidak dapat menggunakan prinsip seteril yang baik dan benar strategi harus intervensi harus digunakan untuk mengurangi resiko infeksi dan penyebaran HIV.(Dewi,2007)

Tindakan perawat dipengaruhi oleh pengetahuan, yang sangat didukung oleh ekonomi. Menurut Notoatmodjo, (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sistensi dan evaluasi.

1.      Tahu, dapat diartikan sebagai kemampuan perawat untuk mengingat kembali suatu materi yang suda dipelajari berkaita dengan tindakan kewaspadaan Universal. Tingkatan ini merupakan tingkatan pengetahuaan yang paling mendasar tetapi diginakan sebagai persyaratan untuk menguasai selanjutnya.

2.      Memahami, dapat diartikan sebagai kemampuan perawat untuk menjelaskan secara benar tindakan kewaspadaan Universal yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut dengan benar.

3.      Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari mengenai tindakan kewaspadaan Universal pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4.      Analisis, adalah suatu kemampuan perawat untuk menjabarkan materi atau sustu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu organisasi, dan masi ada kaitanya satu sama lain.

5.      Sintesis, adalah kemampuan perawat untuk melakukan atau menghubungkan kembali bagian-bagian tentang tindakan kewaspadaan Universal di dalam suatu bentuk kesluruhan yang baru.

6.      Evaluasi, adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi tentag kewaspadaan Universal.

Perawat yang tiadak menggunakan prinsip seteril berati tidak melakuan kewaspadaan Universal. Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk menguragi penyebaran resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam,2007).

Prinsip kewaspadaan Universal (universal precaution) di pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiyene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta steril peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak menujukan gejala fisik. prinsip tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya alat pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain. Pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan dan pengelolaan limbah (Depkes RI,2003).

A.    Azas Dasar Etika Keperawatan

1.      Azas menghormati otonomi pasien (respect of the autonomy)

2.      Azas manfaat (beneficence)

3.      Azas tidak merugikan (non maleficence)

4.      Azas kejujuran (veracity)

5.      Azas kerahasiaan (convidentiality)

6.      Azas keadilan (justice)

B. Azas tidak merugikan (non maleficence)

a.       Tindakan dan pengobatan harus berpedoman “ yang paling utama jangan merugikan”

b.      Tidak melukai atau tidak menimbulkn bahaya/cidera bagi orang lain

c.       Resiko fisik, psikologis maupun social akibat tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.



BAB III

PEMBAHASAN

Tindakan keprawatan tidak mengunakan prinsip steril sangat membahayakan diri pasien, mengingat ketika pemasangan NGT slang yang di gunakan dimasukan kedalam mulut pasien, setelah keluar hanya dilapkan di seprai temat tidur pasien, lalu stlah dilapkan dimasukkan kembali kemulut pasien hingga berulang kali. Selain itu , tentu saja merampas hak pasien yaitu tidak menggunakan prinsip steril mengambil hak pasie untuk memperoleh mutu terbaik rumah sakit dan pelindung pasien. (Notoatmodjo, 2003)

Dari hasil Penelitian Komite Kesehatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) se-Indonesia solusi kesehatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegh atau mengurangi cidera  pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Salah satu yaitu memperhatikan prinsip seril yang harus benar-benar diterapakan ketika di rumah sakit. Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksut menyebabkan cidera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (kejadian tidak diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) ataupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.

Hal itu tentu saja harus diperhatikan mengingat perisip steril harus benar-benar ditetapakan di rumah sakit atau kejadian yang tidak diharapkan. Menurut L. Green dalam teori perilaku yang dibuat menyatakan bahwa perilaku petugas kesehatan akan terbentuk dari tiga faktio yaitu :

1.      Faktor predisposisi (predisposising factor), yang terwujud dalam pengetahuan, siskap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, perkonomian, dan sebaganya.

2.      Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia aau tidaknyafasiitas atau sarana kesehatan misalnya, alat-alat habis pakai, alat sterilisasi, alat pelindung diri dan lainya.

3.      factor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan lain-lain.

Penerapan pengetahuan digunakan pada situasi tertentu setelah diolah menjadi sikap dan perilaku. Perilaku yng didasari oleh pengetahuan akan lebih langsung daripada pengetahuan yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003), Dlam hal ini perilaku perawat tentunya diharapkan akan lebih baik dengan pengetahuan yng dimiliki, sehingga perawat melaksanakan tindakan dengan kewaspadaan Universal dengan sempurna (keseluruhan) sesuai kegiatan pokok dalam meberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien.

Maka dari itu peran dan perhatian pemerintah sbagai penyelenggara pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan agar tindakan atau perilaku petugas kesehatan tidak menyimpang dari etika-etika yang berlaku.



BAB IV

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko enyebab infeksi dan didasrkan oleh prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Perawat sebagai petugas kesehatan yang memberikan pelayanan keperawatan dan melakuakan prosedur keperawatan baik yang invasive ataupun non invasive untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh pasien. Hal ini sangat berisiko terpapar infeksi yang secara optimal membahayakan jiwanya, dan menjadi tempat dimana agar infeksius dapat berkembang biak yang kemudian menularan infeksi dari satu pasien ke pasien lain.

Oleh karena itu tindakan kewaspadaan Universal sangat peting dilakukan. Termasuk dalam hal ini menggunakan prinsip steril harus benar-benar diterapkan dan di jalankan, karena jika tidak diterapkan berpotensi menebabkan penyakit dan terinfeksi. Selain itu perhatian dan dukungan pemerintah sangat diperlukan tentang keringanan atau jaminan yang harus sampai dan diterima oleh rakyat dengan kulitas maksimim.

A.    Azas Dasar Etika Keperawatan

1.         Azas menghormati otonomi pasien (respect of the autonomy)

2.         Azas manfaat (beneficence)

3.         Azas tidak merugikan (non maleficence)

4.         Azas kejujuran (veracity)

5.         Azas kerahasiaan (convidentiality)

6.         Azas keadilan (justice)

B.    Azas tidak merugikan (non maleficence)

1.     Tindakan dan pengobatan harus berpedoman “ yang paling utama jangan merugikan”.

2.     Tidak melukai atau tidak menimbulkn bahaya/cidera bagi orang lain.

3.     Resiko fisik, psikologis maupun social akibat tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.

Perilaku petugas kesehatan akan terbentuk dari tiga faktio yaitu :

1.      Faktor predisposisi (predisposising factor), yang terwujud dalam pengetahuan, siskap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, perkonomian, dan sebaganya.

2.      Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia aau tidaknyafasiitas atau sarana kesehatan misalnya, alat-alat habis pakai, alat sterilisasi, alat pelindung diri dan lainya.

3.      factor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA



Dewi, widiastuti.2007. Mengurangi Penularan Virus HIV pada Penggunaan Narkoba Suntik (IDUs).Jakarta.Family Healt International



KKP-RS.2007.Sembilan Solusi Live-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit.Jakarta.Salemba Medika



Notoatmojo.2002.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta



--------------.2003.Perilaku Pendidikan dan Perilaku Keshatan.Jakarta.Rineka Cipta



Nursalam dan Ninuk.2007.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi.Jakara.Salemba Medika

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for 
WordPress, Blogger...