BAB
1. PENDAHULUAN
A.
KAJIAN TEORI
1.1
Latar Belakang
Diabetes
Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Dari
tahun ketahun penderita diabetes makin bertambah terutama penderita dari negara
Indonesia. Karena mayoritas masyarakat Indonesia melakukan gaya hidup yang
kurang sehat.
Gambar 1.1
Urutan
10 negara pengidap diabetes terbanyak pada penduduk dewasa di seluruh dunia
1995 dan 2025
|
|||||
Urutan
|
Negara
|
1995 (juta)
|
Urutan
|
Negara
|
2025 (juta)
|
1
|
India
|
19.4
|
1
|
India
|
57.2
|
2
|
Cina
|
16.0
|
2
|
Cina
|
37.6
|
3
|
Amerika Seikat
|
13.9
|
3
|
Amerika
|
21.9
|
4
|
Federasi Rusia
|
8.9
|
4
|
Pakistan
|
14.5
|
5
|
Jepang
|
6.3
|
5
|
Indonesia
|
12.4
|
6
|
Brazil
|
4.9
|
6
|
Federasi rusia
|
12.2
|
7
|
Indonesia
|
4.5
|
7
|
Meksiko
|
11.7
|
8
|
Pakistan
|
4.3
|
8
|
Brazil
|
11.6
|
9
|
Meksiko
|
3.8
|
9
|
Mesir
|
8.8
|
10
|
Ukraina
|
3.6
|
10
|
Jepang
|
8.5
|
|
Semua negara lain
|
49.7
|
|
|
103.6
|
Dari
angka – angka tadi diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun
penduduk indonesia akan naik sebesa 40 % dengan peningkatan jumlah pasien
diabetes jauh lebih besar yaitu 86 – 138%, yang disebabkan karena:
·
Faktor demografi : 1. Jumlah penduduk
meningkat ; 2. Penduduk usia lanjut bertambah banyak ; 3. Urbanisasi tak
terkendali
·
Gaya hidup ke barat – baratan 1.
Penghasilan perkapita tinggi 2. Restoran siap santap 3. Teknologi canggih
menimbulkan sedentary life, kurang gerak badan
·
Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang
gizi
·
Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga
umur pasien diabetes menjadi lebih panjang.
Menurut
WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu:
·
Pencegahan primer : Semua aktivitas yang
ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang beresiko
untuk jadi diabetes atau pada populasi umum
·
Pencegahan sekunder : Menemukan pengidap
DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi
resiko tinggi, dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak
terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya
untuk pencegah komplikasi atau kalaupun ada komplikasi masih reversibel.
·
Pencegahan tersier
Semua
upaya untuk mencegah komplikasi atau kecaacatan komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi:
1. Mencegah
timbulnya komplikasi
2. Mencegah
progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak terjadi kegagalan organ
3. Mencegah
kecacatan tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa
yang dimaksud Diabetes Mellitus (DM)?
2.
Bagaimanakah Anatomi Fisiologi DM?
3.
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Klien DM?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui tentang DM
2.
Mengetahui anatomi dan fisiologi dai DM
3.
Mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada Klien DM.
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Diabetes Mellitus ( DM
) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda – tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Gangren
adalah proses atau keadaan yang ditandai
dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001 ).
Gangren
Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (
Askandar, 2001).
2.2 Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan
sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan
utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke
dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak
mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung
ke darah.
Pulau
– pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m,
terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di
pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung
tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya
sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik,
suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya
sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya
sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing
– masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat
dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha
sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang
normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin
merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada
5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein
reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin
di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar
glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat
cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain
kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi
metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa
melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel
lemak.
2.3 Etiologi
DM mempunyai etiologi
yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin,
tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM.
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain
agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula
yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel – sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada
membran sel yang responsir terhadap insulin.
Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas
terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
2.4
Patofisiologi
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari
DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan
kolestrol pada dinding pembuluh darah.
Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien
– pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena
tubulus – tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.
Hiperglikemia
yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya
komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori
glikosilasi.
1. Teori
Sorbitol
Hiperglikemia akan
menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat
mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal
melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel /
jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia
akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya
Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati
dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma
tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik
tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki.
Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati
tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat
asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh
terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki
diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 :
Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa
osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987)
membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke
tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
-
Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
-
Pada perabaan terasa dingin.
-
Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
-
Didapatkan ulkus sampai gangren.
Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi
kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki,
dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
2.5
Tipe
Tipe Diabetes
Diabetes
mellitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut atau relatif,
dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosaolasma. Penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakitnya. Klasifikasi ini berguna,
meskipun sangat sederhana.
Pada
tipe I (diabetes mellitus yang bergantung insulin, terdapat kekurangan insulin
absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaaan ini
disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang
pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi
oleh limfosit T dan dapat ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi sel pulau, ICA) dan
insulin (autoantibodi insulin, IAA). ICA
pada beberapa kasus dapat dideteksi selama bertahun tahun sebelum onset
penyakiit. Setelah kematian sel Beta, ICA akan menghilang kembali. Sekitar 80%
pasien membentuk antibodi terhadap glutamat dekarboksilase yang diekspresikan
di sel beta. Diabetes mellitus tipe I terjadi lebih sering pada pembawa antigen
HLA tertentu (HLA-HD3 dan HLA-DR4), hal ini berarti terdapat disposisi genetik.
Tipe
II (Diabetes mellitus tidak tergantung insulin), sebelumnya disebut dengan
onset dewasa, hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi.
Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun, terdapat
defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung suplai insulin dari
luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target
memiliki sensitivitas yang kurang terhadap insulin.
Sebagian
besar pasien diabetes mellitus tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas
terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan
aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan
pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak didalam darah. Hal ini
selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa diotot dan jaringan lemak.
Akibatnya terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepassan
insulin. Aakibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin
meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan
penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang penting adalah adanya
disposisi genetik yang menurunkan sensitivitas insulin. Seringkali, pelepasan
insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai
gen yang meningkatkan terjadinya obesitas dan diabetes mellitus tipe II.
Diantara beberapa faktor, kelainan genetik pada protein pada protein yang
memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan substat. Jika terdapat
disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda
(onset maturitas diabetes pada usia muda, MODY).
Penurunan
sensitivitas insulin terutama memengaruhi
efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada
metabolisme lemak dan protein tetap dipetahankan dengan baik. Jadi, diabetes
tipe II cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan
metabolisme lemak (Ketoasidosis).
Defisiensi
insulin relatif dapat juga disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor atau
insulin, serta oleh kelainan yang sangat jarang pada biosintesis insulin,
reseptor insulin, reseptor insulinm atau transmisi intrasel.
Bahkan
tanpa ada disposisi genetik, diabetes dapat terjadi dalam perjalanan penyakit
lain, seperti pankreatitis dengan kerusakan sel beta (diabetes karrena
kerusakan pankreas) atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus
ditingkatkan oleh peningkatan hormon antagonis, diantaranya, somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakit cushing atau stes, epinefrin (pada
stres), progestogren dan koriomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormon tiroid,
dan glukagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormon yang
telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes mellitus.
Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yang
diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin
Dampak masalah
Adanya
penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan
keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
Pada Individu
Pola
dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah
mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui
perubahan tersebut.
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat
Pada
pasien gangren kaki diabetik terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena
itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
2.
Pola nutrisi dan metabolisme
Akibat
produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
3.
Pola eliminasi
Adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien
sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ).
Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4.
Pola tidur dan istirahat
Adanya
poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu
tidur penderita mengalami perubahan.
5.
Pola aktivitas dan latihan
Adanya
luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6.
Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan
berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
7.
Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung
mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma.
8.
Pola persepsi dan konsep diri
Adanya
perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
9.
Pola seksual dan reproduksi
Angiopati
dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses
ejakulasi serta orgasme.
10.
Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
11.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya
perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.
Dampak pada keluarga
Dengan adanya salah satu anggota
keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam –macam
reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh
seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu
perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi
keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga
tidak dapat menjalankan perannya.
2.6
Menu
Diet pada diabetes Mellitus
Mengelola penyakit kencing manis atau diabetes mellitus sebenarnya mudah
asal penderita bisa mendisiplinkan diri dan melakukan olahraga secara teratur,
menuruti saran dokter, dan tidak mudah patah semangat.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan
olahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaaan diabetes. Dalam hal
makanan misalnya, penderita diabetes harus memperhatikan jumlah karbohidrat.
Sebab lebih dari separuh kebutuhan energi diperoleh dari zat ini.
Menurut dr. Elvina Karyadi, M.Sc., ahli gizi dari SEAMEO-Tropmed UI, ada
dua golongan karbohidrat yakni jenis kompleks dan jenis sederhana. Yang pertama
mempunyai ikatan kimiawi lebih dari satu rantai glukosa sedangkan yang lain
hanya satu. Di dalam tubuh karbohidrat kompleks seperti dalam roti atau nasi,
harus diurai menjadi rantai tunggal dulu sebelum diserap ke dalam aliran darah.
Sebaliknya, karbohidrat sederhana seperti es krim, jeli, selai, sirup, minuman
ringan, dan permen, langsung masuk ke dalam aliran darah sehingga kadar gula
darah langsung melejit.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan
mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar
seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan
buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian,
nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H.
Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B
dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat
orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 - 50%
karbohidrat, 30 - 35% lemak dan 20 - 25% protein. Diet B selain mengandung
karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan
penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat
memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang
panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran
jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai
hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan
kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah)
serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara
bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.
Pola 3J
Ahli gizi
lain, dr. Andry Hartono D.A. Nutr., dari RS Panti Rapih, Yogyakarta menyarankan
pola 3J yakni:
1. Jumlah kalori,
2. Jadwal makan, dan
3. Jenis makanan.
Bagi penderita kencing manis yang tidak mempunyai masalah dengan berat
badan tentu lebih mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari. Caranya,
berat badan dikalikan 30. Misalnya, orang dengan berat badan 50 kg, maka
kebutuhan kalori dalam sehari adalah 1.500 (50 x 30). Kalau yang bersangkutan
menjalankan olahraga, kebutuhan kalorinya saat hari berolahraga ditambah
sekitar 300-an kalori. Jadwal makan pengidap diabetes dianjurkan lebih sering
dengan porsi sedang. Maksudnya agar jumlah kalori merata sepanjang hari. Tujuan
akhirnya agar beban kerja tubuh tidak terlampau berat dan produksi kelenjar
ludah perut tidak terlalu mendadak.
Di samping jadwal makan utama pagi, siang, dan malam, dianjurkan juga
porsi makanan ringan di sela-sela waktu tersebut(selang waktu sekitar tiga
jam). Yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi seperti nasi, daging
berlemak, jeroan, kuning telur. Juga makanan berlemak tinggi seperti es krim,
ham, sosis, cake, coklat, dendeng, makanan gorengan. Sayuran berwarna hijau
gelap dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim bisa dikonsumsi dalam
jumlah lebih banyak, begitu pula dengan buah-buahan segar.
Namun, perlu diperhatikan bila penderita menderita gangguan ginjal,
konsumsi sayur-sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus dibatasi agar
tidak terlalu membebani kerjanya.
Diet
kalori terbatas
Penderita bisa mengikuti contoh susunan menu diet B untuk 2.100 kalori
(Simbardjo dan Indrawati, B.Sc. dari bagian ilmu gizi RSUD Dr. Sutomo Surabaya)
seperti tertera di Tabel 1. Diet B tinggi serat itu termasuk diet diabetes
umum, yang tidak menderita komplikasi, tidak sedang berpuasa atau pun sedang
hamil.

Sedangkan buku panduan “Perencanaan Makan Penderita Diabetes dengan
Sistem Unit” terbitan Klinik Gizi dan Klinik Edukasi Diabetes RS Tebet,
menuliskan tentang prinsip dasar diet diabetes, dengan pemberian kalori sesuai
kebutuhan dasar. Untuk wanita, kebutuhan dasar adalah (Berat Badan Ideal x 25
kalori)ditambah 20% untuk aktivitas. Sedangkan untuk pria, (Berat Badan Ideal x
30 kalori) ditambah 20% untuk aktivitas. Untuk menentukan berat badan ideal
(BBI) bisa diambil patokan: BBI = Tinggi Badan (cm) - 100 cm - 10%.
Contoh, seorang pria bertinggi badan 164 cm, berat badan 70 kg, maka BBI
= 64 kg - 10% = 58 kg. Kebutuhan kalori dasar = 58 x 30 kalori = 1.740 kalori.
Ditambah kalori aktivitas 20% = 2.088 kalori. Jadi, pria ini memerlukan diet
sekitar 2.000 kalori sehari.
Namun, rumusan ini tidak mutlak. Bila pasien sedang sakit, aktivitas
berubah, atau berat badan jauh dari ideal, maka kebutuhan kalori akan berubah.
Bila berat badan berlebih, jumlah kalori dikurangi dari kebutuhan dasar.
Sebaliknya, bila pasien mempunyai berat badan kurang, jumlah kalori dilebihkan
dari kebutuhan dasar. Begitu berat badan mencapai normal, jumlah kalori
disesuaikan kembali dengan kebutuhan dasar.
Prinsip makan selanjutnya adalah menghindari konsumsi gula dan makanan
yang mengandung gula. Juga menghindari konsumsi hidrat arang olahan yakni
hidrat arang hasil dari pabrik berupa tepung dengan segala produknya. Ditambah
lagi mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari (lemak binatang, santan,
margarin, dll.), sebab tubuh penderita mengalami kelebihan lemak darah.
Yang perlu diperbanyak justru konsumsi serat dalam makanan, khususnya
serat yang larut air seperti pektin (dalam apel), jenis kacang-kacangan, dan
biji-bijian (bukan digoreng). Bila penderita juga mengalami masalah dengan
ginjal, yang perlu diperhatikan adalah jumlah konsumsi protein. Umumnya,
digunakan rumus 0,8 g protein per kilogram berat badan. Bila kadar
kolesterol/trigliserida tinggi, disarankan melakukan diet rendah lemak. Bila tekanan
darahnya tinggi, dianjurkan mengurangi konsumsi garam.
Kegagalan berdiet bisa disebabkan karena pasien kurang berdisiplin dalam
memilih makanannya atau tidak mampu mengurangi jumlah kalori makanannya. Bisa
juga penderita tidak mempedulikan saran dokter.
Untuk memudahkan penerapan, dibuat sistem unit 80 kalori. Tabel 2
menyajikan makanan yang mengandung 80 kalori per unitnya. Misalnya, seorang
pasien yang memerlukan 1.600 kalori per harinya, akan mendapat makanan 20 unit
sehari senilai 80 kalori setiap unitnya. Jumlah 20 unit terbagi atas sarapan
empat unit, makanan kecil (pk. 10.00) dua unit, makan siang enam unit, makanan
kecil (pk. 16.00) dua unit, dan makan malam enam unit.
Tabel di bawah ini yang menunjukkan contoh lima kelompok makanan: makanan
pokok, lauk pauk, sayuran, makanan ringan/siap santap, buah-buahan, dan
minuman.

Makanan dalam kelompok A bisa dibilang berkomposisi paling baik, karena
mengandung serat dan atau rendah hidrat arang olahan serta rendah lemak.
Sementara golongan C kurang baik karena kandungan gulanya tinggi, rendah atau
tanpa serat, dan terlalu banyak lemak. Jadi, dianjurkan untuk memilih A atau B,
bukan C. Nasi lebih baik daripada bubur, karena kandungan serat lebih baik
sehingga lebih lama bertahan di usus. Pemanis gula bisa diganti dengan pemanis
buatan.
Di sini
diberikan pula contoh menu yang dapat diikuti (20 unit atau 1.600 kalori):

2.7 Diagnosis dan Klasifikasi
Diabetes Mellitus
PARKENI
membagi alur diagnosis DM menjadi dua nagian besar berdasarkan ada tidaknya
gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuri, polidipsia, polifagia dan
berat bagan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).
Apabila
ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa daah abnormal satu kali saja
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala
khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
Diagnosis
DM dapat ditegakkan melalui cara berikut ini
Tabel Kreteia diagnosis DM
|
|
1
|
Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL
Glukosa plasma sewaktu merupakann
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir.
|
2
|
Gelaja khas DM + glukosa plasma puasa
≥ 126 mg/dL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam
|
3
|
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL
TTGO dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam
air
|
Cara
Pelaksanaan TTGO
·
3 (Tiga hari) sebelum pemeriksaan tetap
makan seperti kebiasaan sehari hari (dengan karbohidrat cukup) dan tetap
melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
·
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai
malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
·
Diperiksa konsentrasi glukosa darah
puasa
·
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa)
atau 1,75 gram/ kgBB (anakanak), dilarutkan dalam 250 mL dan diminum dalam 5
menit
·
Berpuasa kembali sampai pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
·
Diperiksa glukosa darah sesudah 2 (dua)
jam sesudah beban glukosa
·
Selama proses pemeriksaan subjek yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Hasil
pemeriksaan
<
140 mg/dL à
Normal
140-<200
mg/dL à
Toleransi glukosa terganggu
≥200
mg/dL à
diabetes

![]() |
|||
![]() |
Pemeriksaan
penyaringan dikerjakan pada semua individu dewasa dengan Indeks massa tubuh
(IMT) ≥25 kg/m2, dengan fakto resiko lain sebagai berikut ini
1. Aktivitas
fisik kurang
2. Riwayat
keluarga mengidap DM pada keturunan pertama
3. Masuk
kelompok etnik risiko tinggi (afrika amerikam latin, native american, asian
american, pasific islander)
4. Wanita
dengan melahirkan bayi dengan berat ≥ 400 gram atau Diabetes Mellitus
Gestasional
5. Hipertensi
(tekanan darah ≥140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat antihipertensi)
6. Kolesterol
HDL < 35 mmHg dan trigliserida ≥ 250 mg/dL
7. Wanita
dengan sinddrom polikistik ovarium
8. Riwayat
Toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
9. Riwayat
penyakit kardiovaskular
2.8 Farmakoterapi pada pengendalian
Glikemia Diabetes Mellitus tipe 2
Kegagalan pengendalian glikemia pada
diabetes mellitus (DM) setelah melakukan perubahan gaya hidup memerlukan
intervensi farmakoterapi agar dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes
atau paling sedikit menghambatnya.
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai
adalah diabetes tipe 2, yang ditandai adanya gangguan sekresi insulin ataupun
gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan
otot. Awalnya resistensi insulin (karna obesitas dll)masih belum menyebabkan
diabetes secara klinis. Pada saat ini sel beta pangkreas masih dapat
mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan dan glukosa
darah maih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi
ketidaksanggupan sel beta pangkreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara
klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang
memenuhi kreteria diagnosis diabetes mellitus. (otot adalah pengguna glukosa
yang paling banyak sehingga resistensi insulin mengakibatkan kegagalan ambilan
glukosa oleh otot.)
Pada awalnya kondisi resistensi insuln
ini dikompensasi oleh peningkatan sekresi isulin oleh sel beta pangkreas.
Seiiring dengan progresifitas penyakit maka produksi insulin ini berangsur
menurun menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata. Hiperglikemia awalnya
terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa
dengan optimal.
Pada fase berikutnya dimana produksi
insulin semakin menurun, maka terjadi produksi
glukosa hati yang berlebihan dan mengakibatkan meningkatnya glukosa darah
pada saat puasa.
Selain pada otot, resistensi insulin
juga terjadi pada jaringan adiposa sehingga merangsang proses lipolisis dan
meningkatkan asam lemak bebas. HAL ini juga mengakibatkan gangguan proses
ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
Dengan dasar pengetahuan ini maka
dapatlah diperkirakan bahwa daam mengelola diabetes tipe 2, pemilihan
intervensi farmakologik sangan tergantung pada fase dimana diagnosis diabetes
ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut
seperti
1. Resistensi
insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati
2. Kenaikan
produksi glukosa hati
3. Kekurangan
sekresi insulin oleh pankreas.
Dalam melakukan pemilihan intervensi
farmaklogis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam macam
penyebab terjadinya hiperglikemia sesuai dengan gambar berikut:

Ket: Sarana farmakologis dan titik kerja obat
untuk pengendalian kadar glukosa darah
2.9 Terapi Non Farmakologis Pada
Diabetes Mellitus
Modalitas yang ada pada
penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari; pertama terapi non farmakologis
yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukn pengaturan pola makan yang
dikenal sebagai terapi gizi, meningkatkan aktivitas jasmani, dan edukasi berbagai
masalah yang berkaitan dengan penyakitdengan penyakit diabetes yang dilakukan
terus menerus.
Yang kedua terapi farmakoogi yang
meliputi obat antidiabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologs ini
pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis yang telah
dilakukan tidak dappat mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang
diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi non
farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.
Beberapa
manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
1. Menurunkan
berat badan ;
2. Menurunkan
tekanan daarah sistolik dan diastolik ;
3. Menurunkan
kadar glukosa darah ;
4. Memperbaiki
profil lipid ;
5. Meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin ;
6. Memperbaiki
sistem koagulasi darah.
Tujuan
terapi gizi medis
Adapun
tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
1. Kadar
glukosa darah mendekati normal,
a.
Glukosa puasa berkisar 90 – 130 mg/dl
b.
Glikosa darah 2jam setelah makan <
180 mg/dl
c.
Kadar A1c < 7 %
2. Tekanan
darah < 130/80 mmHg
3. Profil
lipid :
a.
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
b.
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
c.
Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat
badan senormal mungkin.
Petugas kesehatan harus dapat
menentukan jumlah komposisi dari makanan yang akan dimakan oleh diabetesi.
Diabetesi harus dapat melakukan perubahan pola makan ini secara konsisten baik
dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan sehari hari. Komposisi bahan makanan
terdiri dari makanan makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein dan lemak,
serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetesi secara tepat.
Perhitungan
Jumlah Kalori
Perhitungan
jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut, dan
kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT)
atau rumus brocca.
Penentuan
status gizi berdasarkan IMT
IMT
dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
Klasifikasi
status gizi berdasarkan IMT :
Berat badan kurang <
18,5
BB normal 18,5
– 22,9
BB lebih ≥
23,0
Dengan risiko 23 – 24,9
Obes I 25
– 29,9
Obat II ≥ 30
Penentuan
status gizi Berdasarkan Rumus Brocca
Pertama
tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus :
Berat
badan idaman (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%
Untuk
laki laki < 160, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi
10 %.
Penentuan status gizi dihitung dari :
(BB
aktual : BB Idaman) x 100 %
·
Berat badan kurang BB <90 % BBI
·
Berat badan normal BB 90 – 110 % BBI
·
Berat badan lebih BB 110 – 120 % BBI
·
Gemuk BB
> 120 % BBI
Untuk
kepentingan praktis dalam lapangan digunakan rumus brocca.
Penentuan
kalori per hari :
1. Kebutuhan
basal :
a.
Laki laki : BB idaman (kg) x 30 kalori
b.
Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori
2. Koreksi
atau penyesuaian :
a.
Umur diatass 40 tahun :
- 5 %
b.
Aktivitas ringan :+10%
Duduk
– duduk, nonton telivisi dll)
c.
Aktivitas sedang :
+ 20 %
(kerja
kantoran, iibu rumah tangga, perawat, dokter)
d.
Aktivitas berat : + 30 %
(Olah
ragawan, tukang becak dll)
e.
Berat badan gemuk : - 20 %
f.
Berat badan lebih :
- 10 %
g.
Berat badan kurus : + 20 %
3. Stres
metabolik :
+10 – 30 %
(infeksi, operasi, stroke, dll)
4. Kehamilan
trimester I dan II :
+300 Kalori
5. Kehamilan
trimester II dan menyusui :
+ 500 Kalori.
Makanan
tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk
Makan
pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10
-15%) diantara makan besar.
Contoh
:
Pasien
seorang laki – laki berusia 48 tahun, mempunyai tinggi 160 dan berat badan 63
kg, mempunyai pekerjaan sebagai penjaga toko.
Perhitungan
jumlah kalori
BB
Idaman : (TB cm – 100 ) – 10 %
=
(160 -100) – 10 % = 60 – 6
=
54 kg
Status
gizi
:
(BB aktual : BB idaman) x 100 %
=
(63 – 54 ) x 100 %
=
1.166 x 100 %
=116
% = Masuk berat badan lebih
Jumlah
kebutuhan kalori perhari :
-
Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 30
kalori
= 54 x
30 kalori = 1620 kalori
-
Koreksi
atau penyesuaian
Kebutuhan
untuk aktivitas sedang ditambah 20% = 20% x 1620 = 324 kalori
Karena
masuk kreteria berat badan lebih
dikurangi 10% = 10%x 1620 = 160 kalori
Jadi
total kebutuhan kalori perhari untuk penderita 1620 kalori + 320 kalori – 162
kalori = 1782 kalori.
Untuk
mempermudah dalam konsultasi gizi digenapkan menjadi 1700 kalori.
Distribusi
makanan:
1. Karbohidrat
60 % = 60 x 1700 kalori= 1020 kalori dari karbohidrat yang setara dengan 225
gram. (1020 kalori : 4 kalori / gram karbohidrat)
2. Protein
20 % = 20 % x 1700 kalori = 340 kalori dari protein yang setara dengan 85 gram
protein (340 kalori : 4 kalori/gram protein)
3. Lemak
20% = 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari lemak yang setara dengan 37,7 gram
lemak (340 kalori : 9 kalori/gram lemak).
2.10
Latihan Jasmani
Mereka yang telah memutuskan untuk
hidup dengan diabetes dalam keadaan sehat mempunyai satu persamaan, bahwa
mereka harus melakukan kegiatan fisik. Anjuran untuk melakukan kegiatan fisik
bagi diabetisi telah dilakukan sejak seabad yang lalu oleh seorang dokter dari
dinasti Sui di China, dan manfaat ini masih terus diteliti oleh para ahli
hingga kini. Kesimpulan sementara dari penelitian itu ialah bahwa kegiatan
fisik diabetisi (tipe 1 maupun 2), akan mengurangi risiko kejadian
kardiovaskular dan meningkatkan harapan hhidup. Kegiiatan fisik akan
meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik , psikis maupun sosial dan tampak
sehaat.
Kemajuan teknologi agak bersebrangan
dengan anjuran untuk melakukan kegiatan fisik, karena akan membuat seseorang
kurang bergiat. Mengingat hal ini, maka harus dibuat suatu kegiatan fisik yang
ter-rencana dengan baik dan teratur bagi diabetisi.
Pada diabetisi dengan glukosa darah
tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Suatu penelitian
mendapati bahwa pada kadar glukosa darah
sekitar 332 mg/dl, bila tetap melakukan latihan jasmani, akan berbahaya bagi
yng bersangkutan. Jadi sebaiknya, bila ingin melakukan latihan jasmani, seorang
diabetisi harus mempunyai kadar glukosa darah tidak lebih dari 250 mg/dl.
Ambilan glukosa oleh jaringan ootot
pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, hingga disebut sebagai jaringan
insulin – dependent. Sedang pada otot aktif, walau terjadi peningkatan kebutuhan
glukosa, tapi kadar insulin tak meningkat. Mungkin hal ini disebabkan karena
peningkatan kepekaan reseptor insulin pada otot pada saat meakukan latihan
jasmani. Kepekaan ini akan berlangsung lama, bahkan hingga latihan telah
berakhir. Pada latihan jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah,
menyebabkan lebih banyak jala-jala
kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulinn dan reseptor
menjadi lebih aktif.
Manfaat, risiko dan hal hal yang
harus diperhatikan berkaitan dengan latihan jasmani seseorang diabetisi. Pada
diabetes tipe 2, latihan jasmani dapat memperbaiki kendali glukosa secara
menyeluruh, terbukti bahwa pedoman konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi
pedoman untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian.
Prinsip
latihan jasmani bagi diabetisi.
Prinsip
latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani
secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi,intensitas,
durasi dan jenis
·
Frekuensi : jumlah olahraga perminggu
sebaiknya dilakukan dengan teratur 3 – 5 kali perminggu.
·
Intensitas : Ringan dan sedang (60 – 70%
Maximum Heart Rate)
·
Durasi :
30 – 60 menit
·
Jenis :
Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
seperti jalan, joging, berenang dan bersepeda.
Latihan
jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta memungkinkan untuk
dilakukan dan hendaknya melibatkan otot
– otot besar.
Latihan
jasmani bagi diabetes tipe 1, sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Untuk
menentykan intensitas latihan, dapat digunakan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu ;
220 – umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan Target Heart Rate (THR).
Sebagai contoh : suatu latihan bagi seseorang diabetisi berumur 50 tahun
disasarkan sebesar 75%, maka THR = 75% x (220-60) = 120. Dengan demikian,
diabetisi tersebut dalam melakukan
latihan jasmani, sasaran denyut nadinya adalah sekitar 120/menit.
Untuk
melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
Pemanasan
(warm-up). Bagian kegiatan ini dilakukan sebelum
memasuki latihan yang sebenarnya, dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai
sistem tubuh seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga
mendekati intensitas latihan. Pemanasan juga pelu untuk menghindari cedera
akibat latihan. Pemanassan cukup dilakukan selama 5 – 10 menit.
Latihan inti (conditioning). Pada
tahap ini, diusahakan denyut nadi mencapai THR, agar mendapatkan manfaat
latihan. Bila THR tidak tercapai, maka diabetisi tak akan mendapat manfaat
latihan. Sedang bila lebih dari THR, mungkin malah bisa mendapatkan risiko yang
tak diinginkan.
Pendinginan (cooling-down). Setelah
selesai melakukan latihan jasmani, sebaiknya dilakukan pendinginan. Tahap ini
dilakukakan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa
nyeri pada otot setelah melakukan latihan jasmani, tau pusing akibat
terkumpulnya darah pada otot yang aktif.
Bila latihan latihhan berupa joging,
maka pendinginan sebaiknya dilakukan dengan tetap berjalan utuk beberapa menit.
Bila bersepeda, tetap mengayuh sepeda, tetapi tanpa beban. Pendinginan
dilakukan selama kurang – lebih 5 – 10 menit, hingga denyutjantung mendekati
denyut jantung istirahat.
Peregangan (stretching). Tahap ini
dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan mlenturkan otot – otot yang masih
teregang dan menjadikan lebih elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama
bagi mereka yang berusia lanjut.
Latian
jasmani teratur, penting bagi kesehatan setiap orang, karena akan:
·
Membeikan lebih banyak tenaga
·
Membuat jantung lebih kuat
·
Menngkatkan sirkulasi
·
Memperkuat otot
·
Meningkatkan kelenturan
·
Meningkatkan kemampuan bernafas
·
Membantu mengatur berat badan
·
Memperlambat proses penuaan
·
Memperbaiki tekanan darah
·
Memperbaiki kolesterol dan lemak tubuh
yang lain
·
Mengurangi stres
·
Melawan akibat- akibat kekurangan
aktivitas.
B.
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN DM
Dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya
dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses
keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien keluarga juga
orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan
kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses
keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan
dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan
penderita , mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Anamnese
Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai
bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka,
penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya
riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat
salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku,
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran,
suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut,
adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau
warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri
dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer
lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan
lingkar abdomen, obesitas.
Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia
urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
Sistem muskuloskeleta
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot,
perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia,
anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
adalah :
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS >
200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200
mg/dl.
Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan
memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya
dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data
dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori
Abraham Maslow yang terdiri dari :
Kebutuhan dasar atau fisiologis
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan cinta dan kasih sayang
Kebutuhan harga diri
Kebutuhan aktualisasi diri
Data
yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan
tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan
dalam bentuk diagnosa keperawatan
meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
2.
Diagnosa
keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial
dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan
keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan
rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan
mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang kurang.
6. Potensial
terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar
gula darah.
7. Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan
gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10.
Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3.
Perencanaan
Setelah
merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan
perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah
keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan
tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas
keperawatan.
Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan
melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : – Denyut nadi perifer
teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak
pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak
bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung
( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki,
hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan
aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik
relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat
mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan
meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat
diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.
Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan
dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan
luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar
luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
Kaji luas dan keadaan luka serta proses
penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat
terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
Rawat luka dengan baik dan benar
: membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak
iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan
yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik
aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak
jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar
gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik
yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.
Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri )
berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri
berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau
tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda
vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130
mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat
nyeri yang dialami pasien.
Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang
penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan
pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan
dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan
relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan
membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat
membantu mengurangi nyeri pasien.
Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan
dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat
kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1.
Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas
sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan
sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal
Rasional : Pasien mengerti pentingnya
aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot
kaki sehingg berfungsi dengan baik.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap
dapat terpenuhi.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu
mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas
secara bertahap dan benar.
Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari
) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda
hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang
keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan
pengaturan diet yang adekuat.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat
mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat
badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet
).
Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien
telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah
menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan
mencegah komplikasi.
Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi
( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran
infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula
darah normal.
Rencana tindakan :
Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang
tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik
merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional
: untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan
fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat,
mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran
infeksi.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh
kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses
penyembuhan.
Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan
sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat
kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang
cepat dan tepat.
Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban
pikiran pasien.
Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling
percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien
untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang
penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi
beban pikiran pasien.
Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan
lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari
timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih
tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan
nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi
yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengetahui tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila
ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri
sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan
gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi
pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau
pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan
penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti
pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima
dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan
libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada
dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih
kooperatif dan cemasnya berkurang.
Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada /
memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu
mengingat penjelasan yang telah diberikan.
Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan
dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan
bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil :
1.
Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa
malu dan rendah diri.
2.
Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara
normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa
negatif pasien terhadap dirinya.
Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali
permasalahan pasien.
Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di
hargai.
Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan
dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan
terisolasi.
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan
dalam proses berkabung yang normal.
Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku
yang adiktif dari pasien.
Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan
teratasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 –
40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat
beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat
membantu meningkatkan tidur/istirahat.
Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari
hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola
tidur pasien.
Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab
gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan
memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi
ketegangan dan rasa nyeri.
Kaji tanda-tanda kurangnya
pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat
diambil tindakan yang tepat.
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan
terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat
bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal,
intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5.Evaluasi
Evaluasi merupakan
tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam
menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Tanya
Jawab Saat Diskusi
1.
Bagaimana bila pasien Hiperglikemi dan
tidak sadarkan diri, bagaimana penatalaksanaannya? Apakah dikasi manitol?
Jawab
Dalam
mendiagnosis suatu penyakit kita harus benar benar mengerti tentang
patofisiologi, bila pasien yang disebutkan tadi bisa jadi itu merupakan
penyakit ketoasidosis karena peningkatan keton, pasiennya nafasnya bau keton,
ada riwayat berhenti suntik insulin.
Perlu
diketahui bahwa sel pada hati dan saraf itu masih bisa menyimpang glukosa
walaupun tidak ada insulin, sehingga pasien diabetes masih bisa sadar dan
kondisi koqnitif masih lumayan bagus.
2.
Bagaimana patofisiologi dari DM koq
dapat menyebabkan hiperglikemi juga dengan pasien yang akan melakukan olah
raga, apakah tidak apa-apa?
Jawab
Simple saja DM tipe I itu karna autoimun, destruksi
sel beta pankreas jadi insulin ga ada, jadi glukosa tinggi dalam serum, maka
dari itu dikasi suntikan insulin.
Kalau diabetes tipe II itu karna sensitivitas dari
reseptor insulin itu udah menurun. Dari banyak faktor seperti gaya hidup,
obesitas dll.
Kalau
tipe lain itu karena akibat dari penyakit yang lain seperti chusing sindrom
dll, juga dari hormon antagonis insulin seperti pada kehamilan.
Perkara
yang kedua apakah boleh orang diabetes itu olah raga? Yah boleh, boleh banget tapi
harus dicek dulu kadar gulanya, kalau kadar gulanya lebih dari 332 maka belum
boleh karena akan berakibat fatal seperti ketonasidosis. Juga pemilihan dari
jenis olah raga harus diperhatikan yang paling bagus itu olah raga aerobik,
bersepeda, joging.
3.
Bagaimana mensosialisasi pada warga yang
belum tau tentang penyakit diabetes ini?
Simple
saja, lakukan penyuluhan didesa desa dengan kolaborasi dari berbagai pihak
masyarakat maupun pemerintah, LSM dll. Sehingga terbentuk suatu kerja sama yang
solid.
Seperti yang
dilakukan oleh PARKENI yang sudah berlangsung hingga saat ini sehingga
anggotanya merupakan perpanjangan dari dokter spesialis yang terbatas waktunya.

Carpenito,
L.J., (1999 ). Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Ed. 2
Jakarta : EGC
(2000 ).
Diagnosa Keperawatan. Ed. 8 . Jakarta : EGC
Doengoes,
(1999 ). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta
: EGC
Makalah
Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer,
Arif., et all. (1999 ).
Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Price, Anderson Sylvia. (1997 ) Patofisiologi. Ed. I. Jakarta
RSUD Dr. Soetomo (1994 ), Pedoman Diagnosis Dan Therapi . Lab UPF ilmu Penyakit Dalam, Universitas
Airlangga, Surabaya