Tuesday, March 6, 2012

Puasa Dan Akal

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al Baqarah 183).

Itulah ayat landasan utama yang mengharuskan orang-orang beriman untuk berpuasa. Sudah banyak kajian-kajian yang kita baca, dengar dan lihat tentang puasa ini. Saya akan mencoba menambahkan sedikit pengertian kenapa Allah menyuruh kita berpuasa.

Kita mulai dulu dari ayat 2:30 yang mengatakan bahwa: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Kemudian “khalifah” tersebut menjalani suatu perjalanan, mulai di surga kemudian diturunkan ke bumi, dan di bumilah seharusnya khalifah itu menjalankan misi dan tugas yang dibebankan kepadanya. (Untuk bahasan lengkap tentang ini, bisa dibaca tulisan atau Notes saya tentang “Sang Khalifah dan Misinya”). Sebenarnya untuk menjadi seorang khalifah, Allah hanya meminta kepada Sang Jiwa untuk berserah diri kepadaNya. Dalam bahasa Al Qurannya adalah menjadi seorang Muslim. Sebagian mengartikan menjadi seorang Islam. Muslim berarti adalah sikap berserah diri atau Islam adalah juga sikap berserah diri. Jadi siapa saja yang bersikap islam, muslim atau berserah diri, itulah yang akan dijadikan oleh Allah sebagai khalifahNya.

Kita tahu ada yang namanya rukun Islam, yaitu rukun untuk berserah diri kepadaNya. Seseorang tidak akan bersikap berserah diri kalau dia tidak melaksanakan ke lima rukun Islam secara ikhlas, yaitu kalimah syahadat, shalat, puasa, zakat, dan naik haji ke Mekah.

Yang perlu kita renungkan adalah kenapa kita, semua manusia, yang pada awalnya diperuntukkan atau dijadikan oleh Allah sebagai Khalifah atau WakilNya di muka bumi ini diharuskan menjalankan rukun berserah diri tersebut. Khalifah, seperti yang saya tulis tentang “Sang Khalifah dan Misinya,” adalah “sesuatu” yang sangat pintar sekali. Ilmu pengetahuannya tidak terbatas karena dia tidak diciptakan tetapi dijadikan. Dia lebih pintar dari malaikat yang paling pintar sekalipun. Setelah diturunkan ke muka bumi, untuk bisa mengenalNya kembali atau bermakrifat kepadaNya, harus dengan jalan rukun Islam atau rukun berserah diri. Sang Jiwa harus berserah diri secara total kepada Allah untuk bisa mengenalnya seperti dulu waktu dia pernah berjanji.

Tugas kekhalifahan atau perwakilan Allah adalah tugas-tugas mulia seperti memakmurkan bumi, menegakkan kebenaran, membangun peradaban, menciptakan perdamaian, memajukan teknologi, dan masih banyak lagi. Yang jelas, semua tugas tersebut tidak bisa dilakukan oleh makhluk lain selain dari manusia. Itulah tugas Wakil Allah di muka bumi.

Nah, sekarang kalau kita ditugaskan seperti tugas-tugas di atas tadi, kemudian untuk kesempurnaan tugas tersebut supaya bisa bermakrifat kepadaNya, kita disuruh menjalankan rukun berserah diri. Untuk tugas-tugas yang bersifat pembangunan akhlak seperti perdamaian, penegakan kebenaran dllsb, sudah jelas rukun Islam sangat kuat kaitannya, karena rukun Islam tersebut jelas untuk memperbaiki akhlak manusia. Tetapi apa hubungannya Kalimat Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat, dan Naik Haji ke Mekah dengan teknologi, inovasi dllsb yang bersifat penggunaan akal pikiran secara masif. Inilah rahasia Allah. Allah jelas tidak lengah dari misiNya ini, Allah Maha Perencana, Allah Maha Pelaksana. Allah telah mempersiapkan secara cermat cara-cara bagaimana Sang KhalifahNya bisa menjalankan tugasnya di muka bumi. Cara utamanya adalah dengan berserah diri.

Pada catatan ini saya akan fokus pada puasa. Apa hubungan dengan puasa dengan semakin pintarnya manusia, semakin bisa berinovasi, semakin bisa membangun peradaban? Puasa adalah salah satu cara untuk penyempurnaan akal. Betul, puasa tidak hanya untuk penyempurnaan akhlak, tetapi juga untuk penyempurnaan akal.

Akal adalah sesuatu yang sangat unik, yang hanya diberikan kepada manusia karena tugas kekhalifahannya. Dia terletak di tempat yang paling tinggi. Hanya akal yang mampu membangun peradaban, berinovasi, menciptakan. Tidak ada satupun ayat dalam Al Quran yang mencela akal ini. Bahkan Allah akan marah pada orang-orang yang tidak mau menggunakan akalnya, yang dapat dilihat pada  ayat 10:100, yaitu: Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. Jadi kalau ada istilah, akal yang jahat, akal-akalan, akal bulus dll yang bersifat negatif, itu hanya istilah manusia. Tetapi dalam Al Quran, akal ditempatkan pada tempat yang paling tinggi.

Mari kita lihat ke dalam diri sendiri, mulai dari bawah. Kaki. Kita bisa melatih kaki menjadi pelari yang tangguh, bisa membuatnya berotot, bisa menari, bisa meloncat dllsb. Kita juga bisa membuatnya tidak bergerak alias diam. Demikian juga, tangan misalnya, kita bisa melatihnya, membuat dia lincah, membuat dia berotot dll. Kita juga membuat dia diam tidak bergerak. Kata singkatnya adalah kita bisa mengontrolnya.

Khusus untuk puasa, kita melatih untuk mengontrol nafsu makan, minum dan seksual. Tidak boleh di siang hari dan diizinkan di malam hari. Selain nafsu-nafsu tersebut, tujuan puasa adalah untuk mengontrol lidah, telinga, dan mata dari penggunaan yang tidak benar. Apabila kita membagi pengontrolan tersebut dalam 3 (tiga) tingkatan, maka tingkat pertama adalah pengontrolan fungsi dari perut ke bawah karena fungsi dari perut ke bawah tersebut fungsi dasar makhluk hidup. Semua makhluk hidup memerlukan makan, minum dan aktivitas seksual. Artinya fungsi dari perut ke bawah ini juga dipunyai oleh binatang, kalau binatang tidak bisa mengontrol fungsi tersebut, maka manusia harus bisa. Harus bisa membedakan mana yang haram dan mana yang halal. Jadi kalau orang berpuasa hanya bisa menahan makan, minum, dan seksualnya maka itu adalah lebih tinggi sedikit dari binatang.

Pengontrolan kedua, adalah di wilayah dada. Setiap orang yang beriman diharuskan untuk mengontrol wilayah dada ini, yang berisi keegoan, keraguan, kedengkian, keirian dllsb. Pada tingkatan ini sudah mulai lebih tinggi tingkat penyerahan diri atau tingkat keislaman/kemusliman seseorang. Pengontrolan di wilayah ini banyak dilakukan dengan memperbanyak dzikir, lebih banyak diarahkan pada penyempurnaan akhlak budi pekerti.

Pengontrolan ketiga adalah di wilayah mulut, telinga dan mata. Ini pengontrolan terakhir untuk mencapai penyempurnaan akhlak dan akal. Rasulullah dan para Sahabat melakukan i’tikaf selama 10 hari terakhir untuk mengontrol fungsi-fungsi tersebut. Mereka hanya terfokus dalam mengingat (berdzikir) kepada Allah.

Kalau kegiatan makan, minum, seksual, kemudian fungsi mulut, telinga dan mata, dapat dihentikan – bahkan bagi orang-orang tertentu detak jantungpun bisa dihentikan dalam meditasi yang sangat mendalam – maka apakah fungsi berpikir bisa dihentikan? Seseorang bisa dipenjara dalam benteng yang sangat kokoh sehingga semua aktivitasnya terkungkung, maka apakah kita bisa memenjarakan fungsi berpikir seseorang. Bahkan bagi tokoh-tokoh hebat, penjara adalah tempat mereka berkarya, menulis, dan melahirkan pemikiran-pemikiran baru. Soekarno, Hatta, Hamka, bahkan Nelson Mandela dan banyak lagi tokoh-tokoh lain, yang berkarya besar selama mereka di penjara.

Kita bisa menghentikan semua gerakan anggota badan, kaki, tangan dll. Kita bisa berhenti bernafas. Buktinya adalah ada seorang penyelam yang bisa tidak bernafas selama 4 menit sampai ke kedalaman ratusan meter. Kita bisa berhenti berbicara, berhenti mendengar dan berhenti melihat. Tetapi apakah kita bisa berhenti berpikir? Fungsi berpikir atau akal seseorang tidak akan pernah bisa dipasung, tidak akan pernah bisa dipenjara. Malah sebaliknya apabila fungsi-fungsi mulai dari mata sampai ke mata kaki dihentikan, maka fungsi akal yang semakin sempurna. Bagi orang yang banyak bertafakur, fungsi akalnya akan semakin sempurna. Puasa adalah salah satu bentuk tafakur. Jadi kalau kita berpuasa dengan penuh perhitungan, maka kita bisa mengontrol fungsi dari mata sampai ke bawah pusar ke arah yang lebih baik, yang Allah istilahkan dengan “agar kamu bertakwa.” Siapa yang mengontrol fungsi tersebut? Yaitu Sang Akal yang makin sempurna, karena dia dilatih terus menerus selama sebulan sehingga bisa membimbing Sang Nafsu ke arah yang diridhai Allah.

Selain penyempurnaan akhlak tersebut, dengan semakin sempurnanya Sang Akal akan berdampak dengan semakin cerdas dan akan semakin banyak ilham-ilham yang akan diturunkan oleh Allah kepadanya sehingga fungsinya sebagai Sang Khalifah bisa dilaksanakan dengan baik.

Kalau Anda ingin berakhlak baik puasalah, kalau Anda ingin pintar, jenius puasalah.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for 
WordPress, Blogger...