Krishnaufal
Anugrah Robby
krishnaufal.blogspot.com
krishnaufal.blogspot.com
@KrishnaufaL
Strategi penobatan dan
pilihan obat parkinson
MAKALAH
FARMAKOTERAPI II
STRATEGI
PENGOBATAN DAN PILIHAN OBAT PARKINSON
A. Strategi Pengobatan
Penyakit Parkinson
Strategi
penyakit Parkinson terdiri dari terapi pembedahan dan terapi farmakologis.
Terapi pembedahan
Pembedahan seharusnya digunakan
sebagai farmakoterapi tambahan ketika pasien mengalami kekakuan gerak motorik
atau diskinesia atau tremor. Ada beberapa kriteria untuk pembedahan, termasuk
diagnosis IPD (Idiopathic Parkinson’s Disease). Organ target antara lain
thalamus, Globus Pallidus interna (GPi), dan subtalamik nukleus. Stimulasi
elektrik yang berfrekuensi tinggi, kronik dan bilateral pada sisi target
dikenal sebagai DBS (Deep Brain Stimulation). Pada pembedahan DBS,
neurostimulator diimplantasikan secara subkutan di bawah tulang selangka dan
diberikan stimulasi elektrik konstan melalui kabel elektode menuju organ otak
target. DBS thalamic sangat efektif untuk menekan tremor dalam jangka panjang,
tapi tidak secara signifikan meningkatkan gejala Parkinson (bradikinesia,
rigiditas, kekakuan motorik atau diskinesia) (Dipiro, 2008).
Prosedur DBS memerlukan tambahan
parameter stimulasi elektrik (seperti : tegangan, frekuensi dan bunyi) untuk
meningkatkan control yang optimal ketika meminimalkan efek samping. Parameter
stimulasi elektrik diatur dengan seperangkat program untuk melihat
masing-masing pasien dan dilakukan oleh orang-orang terlatih, termasuk perawat,
dokter dan farmasis. Prosedur pembedahan diteliti termasuk transplantasi
jaringan mesenfalon manusia ke dalam stiatum. Prosedur eksperimen berdasarkan
ide bahwa neuron atau neuroblast dapat digunakan untuk menggantikan neuron
dopamine yang hilang pada pasien pada IPD (Dipiro, 2008)
1. Pembedahan Deep
Brain Stimulation
Deep Brain Stimulation merupakan
terapi yang digunakan pada penyakit Parkinson. Deep Brain Stimulation adalah
suatu teknik pembedahan yang dilakukan dengan cara mengimplantasikan elektoda
ke dalam nucleus otak yang disebut subtalamus. Elektoda ini dihubungkan dengan
IPG (saluran pembuka) yang diimplantasikan di bawah kulit tulang selangka.
Pasien harus menyalakan seperangkat peralatan programmer ketika pasien
melakukan aktivitas tertentu. Programmer ini akan menstimulasi nucleus deep
brain sehingga tremor dan kekakuan dapat berkurang (Gupta, 2011a).
Melalui teknik Deep Brain
Stimulation, parameter stimulasi dapat diubah sewaktu-waktu. Pasien dapat
mengubahnya dengan menggunakan programmer. Umumnya, saluran pembuka dapat
bertahan selama 5 tahun. Dengan adanya implantasi elektroda otak di nucleus
thalamus maka cara ini dapat efektig mengobati berbagai macam tremor (Gupta,
2011a).
Keuntungan pembedahan Deep Brain
Stimulation :
1.
Tidak merusak. Tidak menyebabkan luka di dalam otak dan tidak memiliki efek
samping.
2.
Kondisi pasien dapat kembali ke kondisi semula ketika seperangkat programmer
dimatikan.
3.
Pembedahan Deep Brain Stimulatin merupakan pembedahan yang dapat terprogram
(Gupta, 2011a).
2. Pembedahan
Pallidotomy
Pasien yang mengalami penyakit
hemiparkinson (gejala bersifat unilateral atau hanya berada pada satu sisi)
merupakan orang yang sesuai untuk dilakukan pembedahan Pallidotomy. Pembedahan
Pallidotomy merupakan suatu pembedahan yang dilakukan untuk mengurangi beberapa
symptom penyakit Parkinson. Dalam Pallidotomy, teknik pembedahan Termokoagulasi
dilakukan pada bagian postero ventral Pallidum. Pallidotomy akan mengobati
tremor, kekakuan dan diskinesia (Gupta, 2011b).
Pembedahan Pallidotomy dilakukan
dengan menggunakan anastesi local yang tidak menyebabkan efek samping.
Pallidotomy dilakukan dengan metode yang dikenal dengan nama Stereotaxy.
Pembedahan Pallidotomy ini bersifat aman (Gupta,2011b).
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis untuk penyakit
Parkinson dapat menggunakan berbagai macam obat di antaranya yaitu
Levodopa
,
Amantadine
, Bromocriptine,
Pergolide
,
Pramipexole
,
ropinirole
,
rotigotine
,
Entacapone
, Tolcapone
,Rasagline
, Selegiline
, Benztropine ,
dan
trihexyphenidyl .
B. Pilihan obat
A. Antikolinergik
Obat antikolinergik adalah obat yang
digunakan dalam pengobatan pertama pada penyakit Parkinson (Walker, 2001). Obat
antikolinergik berperan dalam memeriksa ketidak seimbangan dopamine dan
asetilkolin.
Penurunan
neuron dopamine nigrostriatal akan menyebabkan peningkatan aktivitas
interneuron kolinergik striatal. Peningkatan kolinergik ini (yang disebabkan
oleh penurunan dopamine) menyebabkan terjadinya tremor pada penyakit Parkinson.
Obat-obat antikolinergik (contoh : benztropin dan triheksifenidil) efektif
terhadap tremor tetapi kurang efektif dibandingkan agen dopaminergik. Obat
antiparkinson ini diabsorbsi dari jalur gastrointestinal dan sesuai jika
diberikan secara per oral (Dipiro, 2008).
Efek samping yang terjadi antara
lain : penglihatan kabur, bingung, konstipasi, mulut kering, kesulitan
mengingat, sedasi, dan retensi urin (Dipiro, 2008). Efek lain yang mungkin
dapat timbul adalah takikardia, pupil membesar, dan nausea. Dosis yang berlebih
dapat mengakibatkan gangguan mental, kegilaan, halusinasi dan ataksia (Katzung,
2002). Obat antikolinergik dapat digunakan sendiri atau bersamaan dengan L-dopa
dan agen antiparkinson lainnya (Dipiro, 2008).
B. Amantadin
Amantadine adalah suatu obat
antivirus. Manfaat treapi dari amantadine yaitu untuk memperbaiki hipokinesia,
tremor dan rigiditas (2). Mekanisme kerja amantadine belum diketahui secara
jelas, tetapi obat ini memiliki mekanisme dopaminergik dan nondopaminergik,
seperti penghambatan reseptor glutamatergic N-methyl-D-aspartate (NMDA)
(Dipiro, 2008).
Mekanisme dopamine merupakan
merupakan gabungan dari 2 hal, yaitu peningkatan sejumlah dopamine yang
dilepaskan dan penghambatan reuptake dopamine ke neuron presinaptik
(Walker,2001).
Konsentrasi
plasma puncak amantadine diperoleh setelah 1-4 jam, sedangkan waktu paronya
antara 2 dan 4 jam (Katzung, 2002).
Efek samping : bingung, rasa kurang
istirahat, berhalusinasi, mual, rasa tidak enak di mulut, pruritus, aritmia
jantung, livedo artikularis. Dosis berlebih dapat menyebabkan konvulsi (Melmon,
2000).
C. Carbidopa /L-dopa
Pada penderita Parkinsons terjadi
penurunan jumlah dopamin sedangkan dopamin tidak melewati sawar darah-otak. Sedangkan
L-dopa merupakan prekursor dopamin yang dapat melewati sawar darah-otak
sehingga L-dopa akan diubah menjadi dopamin oleh L-asam amino dekarbosilase
(L-ADD). Sirkulasi periferal dopamin tidak memilki terapetik maka L-dopa yang
dikombinasikan dengan inhibtior L-ADD periferal carbidopa akan menyebabkan
perubahan L-dopa menjadi dopamin pada periferal terhambat sehingga jumlah
L-dopa yang masuk ke dalam sawar darah-otak meningkat. Apabila jumlah dopamin
terlalu tinggi di dalam perifer maka dapat terjadi efek merugikan seperti
nausea, muntah, arithmia kardiak, dll. Oleh karena itu untuk meningkatkan
L-dopa maka obat ini dikombinasikan dengan inhibitor dekarboksilasi (Dipiro dan
Katzung, 2002).
Penggunaan levodopa pada penderita
parkinsonisme akan didapat hasil terbaik pada tahun-tahun pertama pengobatan.
Hal ini disebabkan karena dosis harian levodopa harus dikurangi seiring dengan
waktu untuk menghindari efek samping. Selain itu, pada pemakaian jangka panjang
sering terjadi penurunan respon pasien terhadap levodopa, sehingga dosis yang
efektif menjadi tidak efektif. Penyebab kedua inilah yang merupakan penyebab
utama. Dengan dua alasan ini, manfaat levodopa akan berkurang setelah tiga atau
empat tahun pengobatan (Katzung, 2002).
Efektivitas levodopa akan menurun
setelah pengobatan 4-8 tahun mungkin karena adanya subsentivitas reseptor
dopaminergik (Wibowo, 2001). Walaupun levodopa tidak dapat menghentikan
progesivitas parkinsonisme, tetapi dengan terapi yang segera dapat mengurangi
resiko kematian (Katzung, 2002).
Farmakokinetika dan
Farmakodinamika
Absorpsi Konsentrasi plasma dari
L-dopa sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengosongan lambung di dan pH lambung
dimana L-dopa akan diserap dengan cepat dari usus. Selain itu, penyerapan
L-dopa juga dipengaruhi oleh asam amino netral besar (LNAA) seperti
phenilalanin dan leusin, L-dopa akan bekompetisis dengan suplemen LNAAs di
dalam usus sehinggga konsentrasi plasma L-dopa akan menurun. Penurunan
konsentrasi plasma menyebabkan L-dopa yang merupakan obat yang tidak terikat
oleh plasma protein akan sulit diangkut menuju otak karena mudah jenuhnya
difusi saat melintasi sawar darah-otak dan kompetisi dengan LNAA (Dipiro dan
Eisenhauer, 1998).
Ekskresi Pada dosis oral sekitar 2/3
dari dosis L-dopa akan dimetabolisme melalui urin dalam 8 jam di mana metabolit
utamanya adalah 3-metoksi-4-asam hidroksifenilasetat (homovanilic acid, HVA)
dan asam dihidrofenilasetat (DOPAC) serta metabolit akhir yang jumlahnya
sedikit yaitu asam vanilmandelat yang merupakan suatu noradrenalin dan
adrenalin. L-dopa akan membutuhkan dosis yang lebih besar apabila diberikan
dalam dosis tunggal karena hanya 1-3% dalam bentuk utuh (tanpa perubahan) yang
akan bisa masuk otak sedangkan yang lainnya akan mengalami metabolisme di luar
serebral oleh adanya L-ADD. Maka untuk meningkatkan konsentrasi plasma dari
L-dopa di dalam otak maka pemberian L-dopa bersamaan/ dikombinasikan dengan
inhibitor dekarboksilasi dapat mengurangi dosis L-dopa harian hingga 75%
(Katzung, 2002 dan Wibowo ,2001).
Waktu paruh eliminasinya adalah 1
jam dan akan menjadi 1,5 jam apabila dikombinasikan dengan caridopa. L-dopa
dieliminasi umumnya melalui cara dekarboksilasi namun dapat juga oleh
3-O-metilasi (3OMD) dan transaminasi. Apabila dieliminasi melalui cara 3OMD waktu
eliminasi sekitar 15 jam (Dipiro dan Katzung, 2002).
Efek yang tidak
diinginkan
1. Efek
Gastrointestinal
Levodopa yang dikombinasikan dengan
carbidopa lebih jarang memberikan efek gastrointestinal dan tidak begitu
merugikan. Efek ini meliputi gejala anoreksia, nausea, dan muntah yang terjadi
akibat adanya stimulasi pusat muntah/emetik yang teletak di batang otak namun
berada di luar sawar darah-otak akibat dopamin dan inhibitor dekarboksilase
periferal. Namun efek ini dapat diminimalkan dengan mengonsumsi levodopa dalam
dosis terbagi atau mengonsumsi anatsida 30-60 menit sebelum makan (Katzung,
2002).
2. Efek Kardiovaskular
Pada penderita Parkinson yang juga
menderita penyakit jantung, manfaat dari levodopa yang dikombinasi dengan
carbidopa lebih besar daripada resiko induksi aritma jantung. Efek ini meliputi
takikardi, ekstrasistol ventrikuler serta terkadang fibrilasi atrial yang
berhubungan dengan peningkatan formasi katekolamin atrial. Namun efek ini dapat
dikurangi dengan mengkonsumsi levodopa yang dikombinasi dengan inhibitor
dekarbosilasi prefer (Katzung, 2002).
3. Diskinesia
Diskinesia lebih sering muncul jika
pasien mengonsumsi levodopa dengan inhibitor dekarboksilase perifer (carbidopa)
daripada yang mengonsumsi levodopa saja. Perkembangan dikinesia sangat
dipengaruhi oleh individu dan dosis yang diberikan. Pada beberapa kasus,
dianjurkan penggunaan levodopa saja atau rehat pemberian obat (a drug holiday).
Diskinesia yang terjadi meliputi chorea, ballismus, athetosis, distonia,
mioclonus, tics, dan tremor yang dapat muncul secara bersamaan atau
masing-masing (Katzung, 2002).
4. Efek Perilaku
Efek mental yang merugikan (depresi,
kecemasan, agitasi, insomnia, somnolen, kebingungan, delusi, halusinasi, mimpi
buruk, euphoria, dan perubahan susasana hati, atau kepribadian pasien) sering
terjadi pada pasien yang mengomsumsi levodopa kombinasi carbidopa. Hal ini
mungkin disebabkan kadar yang lebih tinggi dalam otak. Efek perilaku meliputi
efek-efek mental termasuk depresi, kecemasan, agitasi, insomnia, somnolen,
kebingungan, delusi, halusinasi, mimpi buruk, euphoria, dan perubahan suasana
hati (mood), dan kepribadian pasien. Efek ini dapat diatasi dengan penggunaan
obat antipsikosis atipikal (Katzung, 2002).
5. Fluktuasi Respons
Fluktuasi tertentu dalam respons
klinis muncul pada pengobatan berlanjut dengan dosis levodopa yang semakin
tinggi. Fluktuasi ini berhubungan dengan saat levodopa dikonsumsi dan akan
mengarah ke reaksi-reaksi wearing-off atau end-of-dose akinesia. Pada fluktuasi
stadium klinis lain tidak berhubungan dengan saat pemberian dosis (fenomena
on-off). Pada fenomena on-off , periode off akinesia menggantikan periode on
selama beberapa jam dan diskinesia sering terjadi (Katzung, 2002).
Interaksi Obat
1. Interaksi Obat
dengan obat lain
Interaksi levodopa dengan obat
anti-hipersensitif (seperti methyldopa atau guanethidine) yang digunakan secara
bersamaan dapat menyebabkan terjadinya hipotensi. Resiko kardiak arithmia pada
pasien selama diinduksi dengan anestesi umum akan meningkat pada pengguna
levopoda. Penggunaan bersama dengan MAOIs akan menyebabkan reaksi hipersensitif
dan penggunaan bersamaan dengan selegilin atau kokain meningkatkan resiko
reaksi/ efek yang tidak diinginkan. Apabila Levodopa digunakan tunggal
bersamaan dengan obat Librium dan Valium maka efek terapi menjadi antagonis
dopamin (Eisenhauer, 1998).
2. Interaksi Obat
dengan makanan
Makanan dan suplemen (multi
vitamin), pyridoxine (Vitamin B6) akan meningkatkan metabolisme dari levodopa
ektraserebral sedangkan pada penggunaan inhibitor dekarboksilasi (carbidopa)
maka pyridoxine tidak akan mengurangi efek terapi dari levodopa (Katzung,2002
dan Eisenhauer, 1998).
3. Interaksi Obat
dengan tes laboratorium
Konsumsi levodopa dapat menggangu
hasil tes urin dari glukosa atau keton. Hasil tes Coombs dan hasil tes pada
metode kolorimeri dapat salah karena adanya indikasi peningkatan level asam
urat (Eisenhauer, 1998).
Kontraindiksi
Obat levodopa sebaiknya tidak
diberikan pada pasien-pasien psikosis golongan MAOIs dan hipersensitivitas
ataupun pada pasien penderita glaucoma sudut tertutup karena dapat meperburuk
kondisi pasien tersebut. Obat levodopa sebaiknya dikombinasikan dengan
carbidopa pda pasien dengan penyakit jantung karena dapat meringankan teriko
disritmia jantung. Selain itu, perlu diperhatikan juga pengunaan levodopa pada
pasien dengan riwayat asma brokial atau emphysema yang memerlukan terapi obat
simptomimetik. Penggunaan levodopa pasien ulkus peptikum aktif dapat
menyebabkan pendarahan gastrointestinal serta harus dihindari bagi pasien yang
pernah mengidap melanoma (lesi kulit) karena levodopa yang merupakan precursor
melanin kulit dapat memungkinkan aktifnya melanoma maligna (Katzung,2002 dan
Eisenhauer, 1998).
Selama penggunaan levodopa fungsi
hepar, hemopoetik, kadiovaskuler, dan ginjal harus dievaluasi secara berkala.
Levodopa tidak dianjurkan bagi ibu menyusui karena obat ini dapat masuk ke
dalam ASI dan cenderung menghambat laktasi (Eisenhauer, 1998).
Penggunaan Klinis
Untuk memaksimalkan kerja levodopa
umumnya dilakukan kombinasi dengan carbidopa (inhibitor dopa decarboxylate
peripheral). Kombinasi ini disebut Sinemet yang merupakan preparat dopa yang
terdiri dari carbidopa dan levodopa dengan proporsi (1:10 atau 1:4). Awal
pengobatan digunakan dosis kecil, misal Simenet 25/100 (carbidopa 25 mg,
levodopa 100 mg) tiga kali sehari, dosis dapat divariasi sesuai dengn respon
pasien dan tujuan menghindari efek samping. Obat dikonsumsi 30-60 menit sebelum
makan. Umumnya pasien akhirnya akan memerlukan Sinemet 25/250 tiga atau empat
kali sehari. Sebenarnya lebih baik tetap pada dosis rendah (seperti Sinemet
25/100 tiga kali sehari) dan meningkatkan terapi dopaminergik dengan penambahan
agonis dopamine untuk mengurangi resiko perkembangan fluktuatif respons (Katzung,
2002).
Sinemet dengan formulasi
rilis-terkontrol dan frekuensi pemberian yang rendah dapat membantu pasien yang
mengalami fluktuasi (Katzung, 2002).
Levodopa
yang diberikan tanpa kombinasi akan mengalami metabolisme di usus sebanyak 70%
dan masuk ke jaringan peripheral (toksisitas) sebanyak 27-29%, sehingga yang
mencapai otak hanya 1-3%. Sedangkan levodopa dengan kombinasi carbidopa akan
mencapai otak dengan prosentase 10% (Katzung, 2002).
Keuntungan
penambahan inhibitor dekarboksilase ekstraserebrum:
1.
Mengurangi 80% dosis levodopa tanpa mengurangi kadarnya dalam plasma dan
menurunkan metabolisme perifer levodopa,
2.
Mengurangi nausea akibat levodopa,
3.
Mengurangi terjadinya aritmia jantung, hipotensi postural, dilatasi pupil dan
rasa flush yang panas (Wibowo, 2001).